Ruwet Indah
Oleh: Dahlan Iskan
Kalau kota kumuh Dharavi berhasil jadi kota modern jangan lupakan para pejabat di sana. Sabar tetapi gigih. Gigih tetapi sabar. Semua proses demokrasi dijalankan dengan telaten. Mereka lalui keruwetan yang terlalu ruwet itu.
Program pembenahan kota kumuh Dharavi sudah dicanangkan sejak 1997. Tender dilakukan. Dibatalkan. Dilakukan lagi. Dibatalkan lagi.
Pemerintahan negara bagian Maharashtra silih berganti. Dengan cepat. Tidak ada partai yang pernah menang pemilu lebih 50 persen. Partai terlalu banyak. Hidup mati silih berganti. Termasuk partai lokal.
Setiap pemerintahan negara bagian selalu berbentuk pemerintahan koalisi. Lalu koalisinya pecah. Pemerintahannya pun bubar. Bentuk koalisi baru. Bubar lagi. Begitu melulu. Dari pemilu ke pemilu. Seperti pilu. Tetapi tidak.
Kota Dharavi pun kian padat. Kian kumuh. Saat ini penduduknya sekitar 800.000 orang. Sebagian besar tanpa air dan listrik. Air didapat dari kereta dorong. Atau dari selang yang silang-menyilang.
Listrik dari kabel berwarna hitam dan berstatus gelap. Saya terhibur ketika ke India. Kala itu. Waktu berangkat, saya berwajah muram: pencurian listrik di PLN, di suatu daerah, bisa 12 persen. Di India, di satu daerah, 47 persen.
Waktu itu saya juga heran. Bagaimana bisa, di kota Jakarta, pelanggan listrik 900 watt, punya dua AC di rumahnya. Sampai di India saya terhibur: lebih parah lagi.
India berubah. Perubahan terbesar akan terlihat di Dharavi ini. Kota kumuh Dharavi ibarat nila di tengah susu. Nilanya: Dharavi. Susunya: Mumbai.