Saat Kapten Afwan, Sully, Sampai Abdul Rozak Harus Berhadapan dengan Air
Pesawat yang berangkat dari Surabaya pukul 5.36 WIB seharusnya tiba di Singapura pada pukul 6.57 WIB. Namun pada pukul 6.17 merupakan sinyal terakhir yang diterima ATC serta pesawat dinyatakan hilang.
Investigasi KNKT menyebutkan penyebab pesawat jatuh akibat kerusakan pada bagian ekor namun direspons dengan salah atau terjadi miskomunikasi antara pilot Kapten Irianto dan kopilot Emmanuel Plesel membuat pesawat kehilangan daya angkat.
Kasus berikutnya menimpa pesawat Lion Air dengan kode penerbangan JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang tanggal 29 Oktober 2018.
Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, satu penumpang anak, dua bayi, dua pilot, lima kru dinyatakan meninggal dunia setelah pesawat jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Pesawat Boeing 737 Max 8 itu merupakan pesawat baru buatan Amerika Serikat setelah berangkat pukul 06.20 dari Bandara Soekarno Hatta, pesawat dalam hitungan menit jatuh, tepatnya pada pukul 06.33.
Dalam peristiwa itu pilot sempat meminta kembali ke bandara asal (retrun to base) kepada ATC Bandara Soetta, namun pesawat tidak kunjung tiba.
Setelah kecelakaan itu, Menteri Perhubungan saat itu, Budi Karya Sumadi mengeluarkan beberapa kebijakan.
Kebijakan itu di antaranya membebastugaskan direktur teknik dan meninjau penerapan standar keselamatan penerbangan di maskapai berbiaya murah atau low cost carrier tersebut.
Sriwijaya Air SJ182 dengan pilot Kapten Afwan bukan pesawat pertama yang harus berhadapan dengan air.
- Inisial B
- PKPU Lancar, Sriwijaya Air Optimistis Terbang Lebih Tinggi
- Satgas Covid-19 Geregetan Mendapati Sriwijaya Air Melakukan Kesalahan yang Sama Lagi
- Kemnaker Fasilitasi Pertemuan Pekerja dengan Manajemen Maskapai Garuda dan Sriwijaya Air
- Korban Sriwijaya Air SJ-182 Dapat Santunan Rp3 Miliar dari Jasa Raharja
- Kotak Hitam Sriwijaya Air SJ182 Ditemukan, Begini Respons Bang Irwan