Saatnya Mengembalikan Muruah MPR Sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat

Oleh: Agus Widjajanto - Praktisi Hukum, Pemerhati Sosial Politik dan Budaya Bangsa, tinggal di Jakarta

Saatnya Mengembalikan Muruah MPR Sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat
Praktisi Hukum, Pemerhati Sosial Politik dan Budaya Bangsa, tinggal di Jakarta Agus Widjajanto. Foto: Dokumentasi pribadi

Pada Era Reformasi sekarang ini, kebebasan berpendapat dan berbicara diberikan keleluasaan. Berlakunya sistem pemilihan langsung dalam pemilihan umum, Vox Populi Vox Dei (Suara Rakyat adalah Suara Tuhan) seolah bergema di seluruh negeri, termasuk jabatan presiden dan wakil presiden bukan lagi sebagai Mandataris MPR.

Presiden sebagai mandataris rakyat dari seluruh rakyat Indonesia, setelah terpilih dan berkuasa ternyata suara rakyat dianggap alunan musik yang kadang tidak lagi perlu didengarkan.

Segala kebijakan yang diambil secara teknis tidak perlu dikonsultasikan dengan pemberi mandat yang jumlahnya mencapai 270 juta jiwa.

Hal ini tentu tidak semudah yang dibayangkan bagaimana pengaturan dalam pertanggungjawaban dan konsultasinya secara teknis.

Inilah yang tidak pernah dipikirkan saat pelaku Reformasi mengamendemen UUD hingga ke empat kali.

Sebab bukan saja telah meluluhlantahkan sistem dan desain awal dari sistem ketatanegaraan yang dirancang para pendiri bangsa, akan tetapi juga membuka peluang terjadinya sistem feodal.

Dalam jabatan kepala daerah melalui pemilihan langsung, tidak sedikit kepada daerah  yang terpilih juga melakukan praktik nepotisme dan tindakan korupsi yang berjalan masif dalam alam demokrasi.

Pada zaman reformasi yang dahulu diharapkan terjadinya sebuah perubahan yang akan membawa perubahan besar dari sistem Orde Baru yang dianggap otoriter kepada demokrasi.

Sistem Kerakyatan dengan cara perwakilan merupakan manifestasi dari suara rakyat melalui wakil wakilnya diatur melalui sebuah lembaga tertinggi bernama MPR RI.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News