Sadaring Satupena: Banyak Orang Gagal Bedakan antara Fakta dan Fiksi

Sadaring Satupena: Banyak Orang Gagal Bedakan antara Fakta dan Fiksi
Satu Pena menggelar Sarasehan Dalam Jaringan (Sadaring) seri #01, yang dihelat secara daring pada Minggu (15/8/2021). Foto: Satupena

Menurut Salman Aristo, dualitas antara fakta dan fiksi dalam era ini menjadi blur karena ketiadaan fondasi dan prinsip-prinsip berpikir secara kritis sedari dini.

Dia misalnya mengatakan, mengapa buku bagus karya Moh. Hatta seperti Pengantar ke Alam Ilmu Pengetahuan, tidak dijadikan buku wajib sejak sekolah dasar.

Buku ini mengajarkan prinsip-prinsip dasar berpikir kritis yang kelak akan berguna untuk memindai realitas.

“Jadi, kekaburan itu sudah terjadi sejak dini, sehingga sekarang kita hanya menuai saja. Tidak bisa menyalahkan generasi sekarang yang kita anggap tidak kritis, tetapi pernahkah kita mengajarkan kekritisan cara berpikir itu?” katanya.

Dalam kondisi seperti  ini, tambah Salman, memegang prinsip dasar jurnalisme seperti skeptis sangat diperlukan.

“Kita harus skeptis terhadap apa yang kita baca, tidak berhenti bertanya apakah ini benar atau tidak,” ujar Salman.

Sementara itu, sebagai seorang penulis Deasy Tirayoh sering kali dihadapkan pada ukuran keberhasilan kerja industri televisi seperti rating.

Sebagai penulis, prinsip kerjanya sering kali malah berbenturan. “Saya selalu diminta untuk mencari sisi gosip dari seorang tokoh misalnya dengan mengabaikan apa yang sedang dia lakukan,” katanya.

Tsunami informasi yang menderas dalam kehidupan sehari-hari telah menyebabkan banyak orang gagal membedakan mana fakta dan mana fiksi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News