Sadaring Satupena: Banyak Orang Gagal Bedakan antara Fakta dan Fiksi

Pesanan semacam itu membuatnya mempertanyakan tugasnya sebagai seorang penulis yang memiliki tanggung jawab mempertahankan idealisme.
Biasanya, kata Deasy, ia menggunakan fiksi sebagai jalan keluar.
“Menulis fiksi adalah jalan keluar dari kebimbangan dalam kerja melayani industri,” kata Daesy.
Dalam fiksi yang ia tulis, senantiasa terdapat fakta-fakta yang ia olah untuk kemudian disajikan sebagai suguhan yang menghibur. Jadi, pada fiksi pun akhirnya, kata Deasy, ia menyuguhkan fakta-fakta yang ia tidak mungkin sajikan dalam proses kerja industrial.
Hikmat mengatakan pada era post truth tidak mungkin lagi mengharapkan kebenaran objektif, tetapi kita memiliki kebenaran-kebenaran kemanusiaan dan kebenaran etis.
“Kebenaran kemanusiaan dan kebenaran etis itu justru kita temukan pada genre tulisan bernama fiksi,” kata Hikmat.
Karakter fiksi yang menyajikan hiburan membuatnya menjadi lebih lentur dan menyajikan kebenaran secara lebih utuh.
Sementara fakta-fakta menjadi kian miskin, karena berbagai bias kepentingan, termasuk oleh kepentingan para penulisnya ketika ia diproduksi di dalam kepalanya.
Tsunami informasi yang menderas dalam kehidupan sehari-hari telah menyebabkan banyak orang gagal membedakan mana fakta dan mana fiksi.
- Keluarga Juwita yang Tewas Diduga Dibunuh Oknum TNI AL Kecewa
- Info Terbaru soal Oknum TNI AL Diduga Membunuh Juwita Jurnalis di Banjarbaru
- Buntut Dugaan Pembunuhan Jurnalis di Kalsel, Legislator Minta Evaluasi Pembinaan TNI
- Untuk Ketiga Kalinya FW BUMN Gelar Mudik Gratis Naik KA Wisata
- Respons KSAL soal Kasus Oknum TNI AL Diduga Bunuh Juwita
- Sosok Juwita, Jurnalis Korban Pembunuhan Anggota TNI AL