Safari Ramadan

Oleh: Dahlan Iskan

Safari Ramadan
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Sebenarnya ada beberapa rumah lagi di depan rumah orang tua saya. Itu rumah paman dan Pak De. Tetapi juga past tidak ada makanan di rumah mereka.

Sepuluh tahun kemudian, saya ajak istri saya, galuh Samarinda, berbulan madu di desa ini. Saya ceritakan jasa dua wanita itu –yang waktu itu belum janda. Maka waktu Safari Ramadan kali ini istri saya lebih banyak bercengkerama dengan mereka.

Istri saya ingat: di bulan madu itu makanan termewah kami adalah soto Pasar Kawak Madiun. Di Safari Ramadan kali ini pun istri ingin mampir ke Pasar Kawak.

Saya biarkan dia masuk pasar itu. Saya jalan-jalan ke jalan melengkung di depan pasar. Kawasan ini sekarang semarak sekali. Jadi kawasan baru: tempat wisata. Di atas rel kereta lama jurusan Madiun-Ponorogo itu kini ada gerbong kereta beneran. Bagian dari wisata kuliner yang baru.

Madiun berubah mengesankan. Di tengah kota kini ada bangunan mirip Ka'bah. Dengan lingkungan yang tertata rapi. Di seberang jalannya ada patung besar Lion Singapura. Maka berada di situ terasa seperti di tengah dunia dan akhirat.

Rute Safari Ramadan kali ini ke arah barat: ke Gunung Kidul dan ke Yogyakarta.

Di Yogyakarta saya harus berbuka puasa bersama bos Yogya Mall dan Rich Hotel: Soekeno. Inilah hotel berbesar di Yogya: punya 500 kamar. Belum termasuk kamar di hotelnya yang lain.

Grup ini sekarang punya delapan hotel. Padahal Soekeno berangkat dari miskin. Usaha pertama yang dirintisnya adalah kios foto copy.

SAFARI Ramadan kali ini saya mulai ke makam ibu: Siti Khalisnah. Di desa Bukur, tetangga desa kelahiran saya, Tegalarum.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News