Sagging Baru
Oleh: Dahlan Iskan
Di kemeriahan pesta tahun baru itu, di Time Square itu, Adams membawa sedikit renungan: pentingnya sang ibu.
Ketika mengucapkan sumpah di kebisingan pesta itu, tangan kiri Adams diletakkan di atas Bible. Tangan kanannya mengacungkan pigura foto tinggi-tinggi: ada foto ibunya, Si Tukang Sapu, di pigura itu. (***)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Sawo Tegalsari
Aji Muhammad Yusuf
#Goreng Disway Edisi 02/1/22. Pak Dahlan Iskan melaporkan baru berjalan-jalan, dan memancing pembaca Disway dengan beberapa kata kunci : 1. Selamat Natal padahal di panggil Abah. 2. Kedekatan dengan pendeta yang tadi saya lupa nama Nya. Karena sudah kebiasaan lupa nama orang baru. 3. Berkunjung di Rumah Pak Anis dengan konsep joglo. Plus di sebutkan Mangement Nya sampai saya pusing. 4. Habib Husain dari malang. Yang pidato Nya dal dul, nada Nya tegas, dan berwibawa. Cukup mirip Dady Corbuzer yang teriak-teriak di Channel YT. Sama tegas Nya. 5. Gus Miftah yang nama Nya fenomenal. Karena jadi penyusup seperti Gus Miek. Membuat orang-orang tobat. Saya pernah sarkem Gus. Tanya saja ke penjaga di depan tugu itu. Mohon doa nya supaya tidak kesana lagi (haha). 6. Pangeran Diponegoro yang terkenal dengan hidzib suryani. Ini soal hidzib saya spekulasi. Belum tak tanyakan ke pangeran Diponegoro Nya langsung. 7. Sindiran Pak Anis soal Garuda di rumahku. Padahal lagu versi asli Nya Garuda Di Dadaku. Mungkin Pak Anis setelah pensiun bisa mebuat lagu versi sendiri. #Sekian repot hari ini. Ijin undur diri di pagi hari.
eko darwiyanto
Tidak cukup joglo untuk bukti keluhuran dan keagungan budaya Jawa sudah mengalir dalam diri. Tubuhnya perlu aliran darah Ken Dedes + Fatimah binti Rosululloh saaw. Untuk menebar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Wa lLoohu a'lam.
Mirza Mirwan
Saya pernah lewat di depan joglo istimewa itu saat masih berdiri, di pertengahan 1978. Kedatangan saya ke Desa Tegalsari (+/- 10 km di selatan Ponorogo) sebenarnya bukan untuk melihat joglo itu, melainkan berkunjung ke rumah teman. Tetapi yg saya ingat, memang banyak rumah joglo di desa itu, termasuk rumah orangtua teman saya. Hanya saja joglo yg diceritakan Pak DI di atas memang paling besar dan tinggi. Orang setempat, termasuk orangtua teman saya menyebutnya Dalem Ki Ageng Hasan Basari. Beberapa bulan setelahnya di museum Radya Pustaka saya menemukan buku "Babad Perdikan Tegalsari" yang ditulis dengan hurup Jawa. Dari buku itulah saya tahu sejarah kudeta terhadap Sunan Pakubuwana II dari Kartasura oleh Raden Mas Garendi (Sunan Kuning) yang berdarah Tionghoa, dibantu laskar Tionghoa pimpinan Kapiten Sepanjang. Sunan Pakubuwana II melarikan diri ke Magetan, terus ke Selatan dan akhirnya berlindung di Pesantren Gebang Tinatar asuhan Ki Ageng Kasan Besari (Hasan Basari) di Tegalsari, Ponorogo. Cerita selanjutnya kurang lebih seperti ditulis Pak DI. Tentang pohon sawo kecik. Konon itu hanya untuk melambangkan hal-ihwal dari sawo kecik : buahnya manis, dengan sering memakannya bisa menghilangkan bau keringat; kayunya bisa dijadikan bahan ukiran; saat masih berupa pohon bisa menjadi peneduh, dsb. Pendek kata, segala hal dari sawo kecik itu "sarwo becik", serba baik. Apakah itu hanya "othak-athik gathuk"? Hanya Allah yang lebih tahu. Selain Diponegoro, pujangga Keraton Surakarta Ranggawarsita juga alumni Pesantren Gebang Tinatar. Ada beberapa tokoh sejarah lainnnya, tetapi saya lupa. Maklum, saya membacanya sudah lewat 40 tahun yang lalu.
Darko
Saya telah membaca tulisan Pak DIS berkali kali, Alhamdullilah achirnya Pak Dis menulis juga dukuh Kebondalem Tegalarum Magetan, ...biasanya Pak Dis selalu menulis Takeran melulu....Salam sehat Pak Dis .