Salam Karma

Oleh: Dahlan Iskan

Salam Karma
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Seorang pendeta gereja ortodok Abisinia membuat pernyataan: setiap kali ada gadis kulit putih yang diperkosa pikiran orang langsung pada pelakunya pasti anak muda kulit hitam. Itulah Amerika.

Pengadilan membuat langkah yang ke arah objektif. Dewan juri untuk perkara ini pun disusun berdasar keseimbangan ras: 4 kulit putih, 4 kulit hitam, 2 keturunan Spanyol, dan 1 orang keturunan Asia.

Penentuan hakimnya juga tidak biasa. Di New York penentuan hakim dibuat sangat adil. Tidak ada istilah ''perkara A diadili oleh hakim A''. Di sana ''hakim siapa yang menangani perkara apa'' ditentukan lewat undian.

Bisa jadi hasil undian itu tidak memuaskan publik: misalnya jatuh ke hakim kulit hitam. Atau hakim kulit putih. Maka khusus untuk perkara Central Park Lima ini hakim langsung ditunjuk yang reputasinya sudah diakui oleh publik.

Jaksa membacakan dakwaan. Saksi dihadirkan. Bukti disajikan. Termasuk hasil tes DNA.

Dewan juri memutuskan lima remaja itu bersalah. Tetapi ada yang dinyatakan tidak ikut memerkosa. Hukuman pada mereka antara 5 sampai 7 tahun. Satu orang sampai 12 tahun.

Juri tahu para remaja itu belum pernah melakukan tindak kriminal apa pun. Mereka juga dari kalangan yang secara ekonomi tidak miskin. Mereka mampu membayar uang jaminan sampai USD 25.000.

Akan tetapi juri percaya pada hasil pemeriksaan DNA. Termasuk soal rambut tadi. Memang di pemeriksaan polisi yang pertama mereka juga mengaku melakukan perbuatan itu. Pengakuan tersebut lantas diformalkan dalam rekaman. Rekaman itulah yang diperdengarkan ke juri.

Maka lanjutan serial Safari Ramadan pun kalah dengan artikel ini. Ia tidak akan lupa Donald Trump. Peristiwanya sendiri sudah berlalu hampir 35 tahun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News