Sampah Plastik Australia Berakhir di Desa Bangun, Mojokerto
"Kami mengerjakan hal ini demi anak-anak, demi sekolah mereka, dan untuk menutupi semua pengeluaran. Warga di sini bergantung pada bisnis daur ulang ini," kata Supiyati, salah seorang warga setempat.
Supiyati telah memilah sampah selama delapan tahun. "Saya pernah menemukan gigi emas. Saya jual Rp 800 ribu!" katanya kepada ABC.
Saat ini Supiyati mempekerjakan empat orang tenaga pemilah sampah, yang dibayar Rp 40 ribu perorang perhari.
Secara berkala, tampak truk-truk dari pabrik kertas datang ke sana menurunkan muatannya. Para tenaga pemilah sampah pun langsung bekerja memisahkan plastik.
Semua yang masih bisa didaurulang akan diikat dalam bundel dan dibawa pergi untuk dijual kembali.
Sedangkan sampah-sampah tersisa yang tidak berharga lagi - dibawa ke tepi sungai dan dibakar di sana.
Lebih murah kirim ke luar negeri
DR Joe Pickin, direktur Blue Environment di Australia secara terpisah menjelaskan, negara ini mengekspor sampah sebanyak lebih dari 4 juta ton per tahun, dan 20 persen di antaranya masuk ke Indonesia.
Menurut Dr Pickin ekspor sampah telah dilakukan Australia selama bertahun-tahun karena lebih murah dibandingkan biaya mengolahnya di dalam negeri.
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata