Sampah Saset: Masalah Besar Indonesia dalam Kemasan Kecil
Sebagian besar sampah saset tersebut berasal dari produk makanan dan minuman instan.
Jika tidak ada intervensi, menurut laporan tersebut, akan ada 1,1 juta ton sampah saset di Indonesia pada tahun 2030.
BFFP mendefinisikan saset sebagai kemasan plastik yang fleksibel dan tertutup, dirancang untuk sekali pakai, dengan sejumlah lapisan plastik dan bahan lain, seperti logam atau kertas, berukuran tidak lebih besar dari kertas A4.
'Jauh lebih praktis'
Menurut laporan Universitas Indonesia, saset tidak setebal dibandingkan kemasan biasa, tapi tahan terhadap suhu dan tekanan.
Sejumlah laporan lainnya juga mengungkap biaya pembuatannya yang lebih murah. Jika dibandingkan kemasan botol, saset disebut mampu memangkas biaya produksi hingga 50 persen.
Tapi ada sejumlah alasan lain mengapa kemasan saset begitu digemari warga di Indonesia.
Aristayanu yang tinggal di Yogyakarta, biasanya membeli sambal, sampo, dan bumbu dalam kemasan saset, karena membantu pengeluarannya.
"Pengaturan cash flow betul terbantu karena kemasan saset, dan akumulasi volume barang saset dalam kasus-kasus tertentu seringkali lebih banyak [dibanding kemasan reguler]," kata pria yang biasa disapa Aye ini.
Kemasan saset jadi pilihan, karena harganya yang murah dan bisa mengemas banyak produk. Mulai dari kosmetik, kopi instan, sabun, bumbu dan kebutuhan sehari-hari lainnya
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Fokus Berkelanjutan, LPKR Libatkan Lini Bisnis Kelola Sampah dan Limbah
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata
- Dunia Hari Ini: Rencana Airbnb Menggelar Pertarungan Gladiator di Roma Dikecam