Sampai Kapan

Oleh: Dahlan Iskan

Sampai Kapan
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Tentu ada juga pesanan tumpeng untuk orang tua TKI. Termasuk di saat ''mendhaki'' penanda hari kematian orang tua.

Saya bertanya satu persatu apa saja usaha anggota HPN di Ponorogo. Saya kaget: salah satunya bisa berbahasa Mandarin. Pernah enam tahun jadi TKI di Taiwan.

Ketuanya sendiri, Suparlin, punya lima jenis usaha. Termasuk resto yang ditata dengan gaya pedesaan Jepang. Gabungan Jepang dan Jawa.

Apa pun usaha mereka kini muncul tantangan terbaru. Mereka kini harus menghadapi lima hal: lesunya daya beli, soal pajak, lalu pajak, pajak lagi dan pajak.

Belum pernah mereka menghadapi masalah pajak seperti sekarang ini.

Saya pun tidak bisa memberi jalan keluar. Saya hanya sampaikan bahwa ke depan pajak akan semakin keras. Pengusaha kecil sudah harus memasukkan risiko pajak dalam perhitungan bisnis.

Mengapa semakin keras? Pemerintah harus cari uang lebih keras. Lebih banyak. Pendapatan negara kian banyak yang harus untuk bayar utang.

Terlebih lagi, jangan-jangan, biaya untuk birokrasi juga naik -akibat anggota kabinet yang kian gemuk.

Kalau melihat pidato pertama Presiden Prabowo di saat pelantikan rasanya menjanjikan. Akan tetapi Anda sudah tahu: pidato sudah lama tidak bisa dipegang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News