Sang Pilar yang Teman Semua Orang
Senin, 10 Juni 2013 – 01:01 WIB
Tentu, ada alasan kuat mengapa Pak TK getol dengan sosialisasi "Empat Pilar" itu. Tidak mungkin beliau segetol itu kalau tidak melihat gejala yang membahayakan empat fondasi kenegaraan kita itu. Terutama menggejalanya politik aliran yang berkembang ke memudarnya toleransi. Bukan saja antaraliran, bahkan di dalam aliran itu sendiri.
Tentu, banyak pertanyaan ini: mengapa jenazah almarhum tidak disemayamkan dulu di kediaman. Mengapa pula tidak disinggahkan di gedung MPR. Mengapa tiba dari Singapura di Halim Perdanakusuma disemayamkan di situ satu jam untuk langsung dimakamkan di TMP Kalibata.
Macam-macam spekulasi yang dibicarakan secara bisik-bisik di masyarakat. Tentu, saya sendiri juga penasaran. Karena itu, langsung saja saya tanyakan ke pihak keluarga. Kebetulan, saya memang berada di arah belakang Ibu Mega dan Mbak Puan.
"Ibu Mega menghendaki agar pemakaman ini sudah harus selesai sebelum waktu duhur," ujar Pramono Anung. Jelaslah bahwa Ibu Mega ternyata sangat mendalam memperhitungkan hukum agama di bidang tata cara pemakaman.
"BELIAU itu amalnya banyak," gumam lirih Menko Perekonomian Hatta Radjasa saat jenazah Dr H Taufik Kiemas, ketua Majelis Permusyawaratan
BERITA TERKAIT
- Supriyani Divonis Bebas, PGRI: Kado Hari Guru Nasional
- Benahi Sistem Transportasi Nasional, Presiden Bentuk Ditjen Integrasi & Multimoda di Kemenhub
- Guru Honorer Supriyani Divonis Bebas, Menunggu Pengumuman Kelulusan PPPK 2024
- Saksi Ahli Sidang Timah Sependapat Kerugian Negara Hanya Bisa Dihitung BPK
- Guru Honorer Supriyani Divonis Bebas, Baju Seragam SD dan Sapu Ijuk Dikembalikan
- Bea Cukai Semarang Serahkan Tersangka dan Barang Bukti Kasus Rokok Ilegal ke Kejaksaan