Saran Margarito Kamis Kepada MK Terkait Sidang Gugatan Perselisihan Pilkada

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) berani keluar dari kungkungan atau jeratan pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada khususnya mengenai ambang batas 0,5 hingga 2 persen untuk pengajuan gugatan perselisihan hasil pemilukada.
Hal ini perlu dilakukan agar MK tidak dipersepsikan sebagai benteng kecurangan pelaksanaan Pemilukada.
“Sepanjang pengamatan saya, MK selama ini belum pernah mengambil langkah mengesampingkan Pasal 158 tersebut. Padahal aspek ini sangat penting,” ujar Margarito Kamis di Jakarta, Senin (8/2/2021).
Lebih lanjut, Margrito mengatakan karena MK tak pernah mengesampingkan Pasal 158 tersebut, maka pasal ini menjadi lisensi bagi orang-orang yang mempunyai niat jahat untuk melakukan tindakan kecurangan dalam mengikuti Pilkada.
Padahal pasal ini dapat dikatakan sebagai extrem in justice yang dalam positive tulen sekalipun, pasal model seperti ini ditolak
“Oleh karena itu sekali lagi saya tegaskan, MK harus berani keluar dari belenggu Pasal 158 UU No.10/2016,” katanya.
Bertentangan dengan Hakikat Demokrasi
Margarito mengatakan Pasal mengenai syarat pengajuan gugatan sengketa hasil pemilukada ke MK itu, oleh banyak pihak dinilai bisa adil dan sebaliknya juga bisa tidak adil. Tetapi dengan tegas Margarito menilai Pasal 158 UU N0.10/2016 itu tidak adil.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis meminta agar Mahkamah Konstitusi berani keluar dari kungkungan atau jeratan pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
- MK Putuskan Caleg Tidak Boleh Mundur Demi Pilkada, Tidak Ada Lagi Fenomena Borong Jabatan Politik
- Keputusan MK Bahwa Caleg Tak Boleh Mundur Demi Pilkada Memutus Akal-akalan Parpol
- Menjelang PSU, Calon Bupati Parimo Nizar Rahmatu Dilaporkan ke Bawaslu
- Pantau Langsung PSU Pilkada Siak, Irjen Herry: Kami Kawal Keamanan hingga Tuntas
- Wamendagri Ribka Tegaskan Kabupaten Magetan Siap Laksanakan PSU
- PT Timah Gugat UU Tipikor Terkait Vonis Ganti Rugi, Pakar Hukum: Kontraproduktif