Sarjana-Sarjana Tangguh yang Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (1)

Delapan Kali Langgar Sungai Menuju Ibu Kota Kabupaten

Sarjana-Sarjana Tangguh yang Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (1)
BUKAN AMFIBI: Sepeda motor pun harus nyebur ke dalam sungai untuk menempuh perjalanan dari Desa Okatana menuju Desa Ramuk di Kecamatan Pinupahar. Foto : Rukin Firda/Jawa Pos

Tantangannya adalah tidak mudah mendapatkan sinyal di wilayah dengan topografi seperti itu. "Kami harus naik ke bukit sinyal," kata Sutikno, sarjana pendidikan sejarah yang juga dari Lamongan.

Mbah Tik "panggilan Sutikno" ditempatkan di SMP Kahembi, Kecamatan Tabundung. Bukit sinyal itu berjarak sekitar satu jam perjalanan dengan sepeda motor dari SMP Kahembi, yang juga menjadi tempat tinggalnya.

Sebagian besar peserta SM3T memang tinggal di sekolah tempat mengajar dengan memanfaatkan aula atau perpustakaan. Di bukit sinyal itu Muchlas sempat ikut mencoba naik. Terbukti tepat di bawah pohon damar dia mendapatkan sinyal sampai tiga bar. "Bagus. Sempat terima tiga e-mail dan dua SMS," kata rektor yang suka berpetualang tersebut.

Yang bertugas di SMP Uma Ndudu lebih sulit. Untuk mendapatkan sinyal, mereka harus menuju gua sinyal di bukit yang berjarak satu jam berjalan kaki dari sekolah. Menuju gua sinyal, mereka harus mendaki bukit tersebut sekitar sepuluh menit. "Sampai di gua di puncak bukit, dia harus mengatur napas dahulu sekitar sepuluh menit baru kemudian menelepon," kata Nova Dipantoro, sarjana penjas (pendidikan jasmani) asal Ponorogo, Jawa Timur.

Lebih dari 2.000 sarjana tengah menjalani program Sarjana Mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T) yang digagas Kemendikbud awal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News