SAS Institute Nilai Pengalihan Subsidi BBM Bukan Solusi
jpnn.com, JAKARTA - Said Aqil Siradj (SAS) Institute meminta pemerintah menghitung ulang dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap masyarakat, terutama kalangan ekonomi lemah.
Bagi SAS Institute, nasib rakyat harus jadi pertimbangan utama pemerintah dalam menyusun kebijakan.
"Dalam hal ini, yang harus dikedepankan adalah nasib dan kemaslahatan rakyat bukan elite," kata Direkstur Ekskutif SAS Institute Sa’dullah Affandy.
Selain itu, SAS Institute menilai pengalihan subsidi melalui bantuan sosial langsung bukanlah solusi yang tepat.
Di masa mendatang, selain mengatur subsidi agar tepat sasaran, pemerintah harus memperhatikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
SAS Institute juga menuntut pemerintah mencari solusi jangka panjang bagi permasalahan pasokan bahan bakar minyak.
"Yakni, dengan meningkatkan eksplorasi dan produksi migas nasional agar mengurangi impor minyak dan bisa menjadi negara pengekspor minyak. Juga dibarengi dengan ikhitiar beralih dari energi fosil ke energi baru terbarukan," beber dia.
Langkah penting lainnya, lanjut Sa'dullah, adalah mentransformasi Pertamina jadi perusahaan profesional yang terbebas dari intervensi oligarki.
SAS Institute khawatir kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM akan menambah beban dan penderitaan rakyat kecil
- Bahlil Klaim Penerimaan Subsidi BBM Mencapai 98 Persen
- Realisasi APBN untuk Subsidi BBM hingga Listrik 2024 Capai Rp 434,3 Triliun
- Jangan Kaget, Simak Perincian Harga Terbaru Pertamax dan Dexlite
- Kabar Awal Tahun, Pertamina Menaikkan Harga BBM
- Sambut Musim Tanam 2025, Pupuk Indonesia Pastikan Pupuk Bersubsidi Tersedia di Sultra
- Harga BBM Tidak Naik Meski Ada PPN 12 Persen