Satu Dari Enam Anak di Dunia Tinggal di Zona Konflik
"Kami melihat peningkatan yang mengejutkan dalam jumlah anak-anak yang tumbuh di daerah-daerah yang terkena dampak konflik, dan terkena bentuk-bentuk kekerasan paling serius yang bisa dibayangkan," kata Helle Thorning-Schmidt, CEO ‘Save the Children’ dalam sebuah pernyataan.
Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan, lebih dari 73.000 anak-anak terbunuh atau menjadi disabilitas dalam 25 konflik sejak tahun 2005, tahun ketika badan dunia tersebut mulai menyusun statistik semacam itu, menurut laporan tersebut.
Sejak tahun 2010, jumlah kasus anak-anak yang telah terbunuh atau menjadi disabilitas, yang diverifikasi oleh PBB, telah meningkat hampir 300 persen.
Tapi sejumlah lembaga bantuan mengklaim bahwa angka sebenarnya kemungkinan akan jauh lebih tinggi, mengingat kesulitan untuk memverifikasi data di zona konflik.
Laporan organisasi amal tersebut menyoroti kasus seperti remaja Yaman bernama Mutaz, yang kehilangan penglihatan dan lengan kirinya setelah memungut alat peledak dengan harapan bisa menjualnya untuk logam bekas.
Laporan itu juga menceritakan tentang Alyne di Republik Demokratik Kongo, seorang gadis berusia 10 tahun yang meninggalkan desanya setelah milisi membakar sekolah mereka.
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan