Satu Sekolah Tak Lulus Unas, SMA Abadi di Jakarta Akhirnya Ditutup

Demi Menyambung Hidup, Wakasek pun Jadi Tukang Ojek

Satu Sekolah Tak Lulus Unas, SMA Abadi di Jakarta Akhirnya Ditutup
Papan nama SMA Abadi di Penjaringan, Jakarta Utara.

Tanpa malu-malu Afgani menuturkan bahwa setiap siswa ditarik SPP Rp 100 ribu setiap bulan. Jadi, per bulan dana yang terkumpul Rp 1.100.000. Pemasukan lain adalah uang masuk Rp 500 ribu per siswa. Sementara itu, biaya operasional yang dikeluarkan sekolah setiap bulan tidak kurang dari Rp 4 juta. Jumlah itu termasuk untuk listrik, gaji guru, dan pengurus yayasan.

Pengeluaran tersebut, antara lain, untuk gaji guru Rp 300 ribu per bulan. Selain itu, ada tagihan listrik dan honor pengurus yayasan. Untuk menyiasati kondisi besar pasak daripada tiang itu, yayasan memiliki beberapa unit usaha. Di antaranya lembaga bimbingan belajar (LBB) yang secara intensif membimbing komputer.

Sesekali, LBB ini dijadikan laboratorium SMA Abadi. Selain itu, yayasan menyewakan halaman sekolah untuk dijadikan tempat usaha oleh masyarakat. Misalnya sebagai warung dan tempat percetakan. "Semua tidak masalah. Jika dari siswa saja tidak cukup," tandas sarjana akuntansi di STIE Dr Moechtar Talib Jakarta itu.

Gaji guru di SMA Abadi memang jauh dari layak. Sebagai perbandingan, upah minimum provinsi (UMP) di DKI Jakarta mencapai Rp 1.290.000. Imbas dari kondisi tersebut, para guru tidak fokus mengajar.

Kondisi SMA yang memprihatinkan tidak hanya ada di kawasan pelosok atau terpencil. Di Jakarta pun ada. SMA Abadi, misalnya. Selain kondisi sekolah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News