Satu Sekolah Tak Lulus Unas, SMA Abadi di Jakarta Akhirnya Ditutup
Demi Menyambung Hidup, Wakasek pun Jadi Tukang Ojek
Kamis, 26 Mei 2011 – 08:08 WIB
Tanpa malu-malu Afgani menuturkan bahwa setiap siswa ditarik SPP Rp 100 ribu setiap bulan. Jadi, per bulan dana yang terkumpul Rp 1.100.000. Pemasukan lain adalah uang masuk Rp 500 ribu per siswa. Sementara itu, biaya operasional yang dikeluarkan sekolah setiap bulan tidak kurang dari Rp 4 juta. Jumlah itu termasuk untuk listrik, gaji guru, dan pengurus yayasan.
Pengeluaran tersebut, antara lain, untuk gaji guru Rp 300 ribu per bulan. Selain itu, ada tagihan listrik dan honor pengurus yayasan. Untuk menyiasati kondisi besar pasak daripada tiang itu, yayasan memiliki beberapa unit usaha. Di antaranya lembaga bimbingan belajar (LBB) yang secara intensif membimbing komputer.
Sesekali, LBB ini dijadikan laboratorium SMA Abadi. Selain itu, yayasan menyewakan halaman sekolah untuk dijadikan tempat usaha oleh masyarakat. Misalnya sebagai warung dan tempat percetakan. "Semua tidak masalah. Jika dari siswa saja tidak cukup," tandas sarjana akuntansi di STIE Dr Moechtar Talib Jakarta itu.
Gaji guru di SMA Abadi memang jauh dari layak. Sebagai perbandingan, upah minimum provinsi (UMP) di DKI Jakarta mencapai Rp 1.290.000. Imbas dari kondisi tersebut, para guru tidak fokus mengajar.
Kondisi SMA yang memprihatinkan tidak hanya ada di kawasan pelosok atau terpencil. Di Jakarta pun ada. SMA Abadi, misalnya. Selain kondisi sekolah
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408