Saya adalah Pemimpi

Saya adalah Pemimpi
Saya adalah Pemimpi

Ketika musim panas tiba, saat Filipina berada di sejarah peralihan kekuasaan yang dramatis, saya bertekad berada di sana dengan berapapun uang di kantong saya. Saya membeli tiket tujuan Manila dan menghabiskan dua pekan untuk mengikuti jalannya Revolusi Rakyat Manila di tahun 1988.

Saat itu, saya berusia dua puluh lima tahun tetapi saya berhasil membujuk diri sendiri untuk berada di peristiwa besar yang tercatat dalam sejarah.

Saya bahkan masih mengingat kehebohan di Luisita Park, adegan per adegan dari aksi unjuk rasa terbesar pengikut Cory Aquino, belum lagi alunan lagu yang menyayat di Pusat Kebudayaan Filipina Imelda Marcos yang menjadi momok, juga berjam-jam waktu yang saya habiskan dengan sabar menunggu untuk bertemu editor dan narasumber wawancara – secara keseluruhan saya mengingatnya.

Bermimpilah. Anda bisa mewujudkannya. Anda harus terus menerus bekerja keras dan mengasah ketrampilan anda.

Setelah beberapa saat, saya menyadari bahwa berkeliling dan bertemu banyak orang berarti bahwa saya telah membangun jaringan pertemanan yang berbagi minat dengan saya namun mereka tidak memiliki waktu untuk terjun ke lapangan seperti kesempatan yang saya miliki.

Pertama, mereka ingin mendengar dari saya beberapa hal seperti: Dari mana saja saya? Bagaimana gambaran tempat yang saya tuju? Siapa orang-orang di sana yang membentuk kehidupan masyarakat dan apa yang mereka lakukan?

Saya pun menyadari bahwa saya adalah tukang cerita.

Masih banyak cerita yang belum saya sampaikan. Saya akan mencarinya.

SAYA adalah seorang pemimpi, selalu begitu dan akan terus seperti itu. Banyak orang bilang bahwa bermimpi itu tindakan yang mencerminkan kemalasan

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News