'Saya Dengar Lagu Indonesia Raya saja Masih Merinding'
MULYATI Cahyono memulai kehidupan baru di Belanda bersama Effendi Ali pascakerusuhan 1998. Berdua mereka berhasil mengembangkan empat restoran setelah sempat ditipu seorang teman. Wartawan Jawa Pos SUGENG SULAKSONO menemui mereka di sela-sela World Milano Expo (WEM) di Milan akhir Oktober lalu.
------------
HIDUPNYA di Belanda sudah nyaman sekarang. Punya suami dan anak-anak yang sangat mencintainya. Juga bisnis di Negeri Kincir Angin itu yang berkembang pesat. Tapi, tetap saja Mulyati Cahyono tak pernah bisa melupakan momen 16 tahun silam. Tepatnya ketika dia menerima kado sangat istimewa pas di ulang tahunnya yang ke-38.
Ketika itu perempuan yang akrab disapa Mei Ling tersebut berhasil sampai ke Belanda untuk memulai hidup baru bersama ketiga anaknya, Jerry (kini 35 tahun), Michael, 31, dan Caroline, 30. "Itu kado yang sangat berharga. Saya sampai nangis saat itu," kata Mei Ling mengenang momen pada 19 Mei 1999 tersebut.
Wajar kalau Mei Ling ketika itu begitu lega bisa sampai ke Belanda. Indonesia, negeri tempat dia lahir dan dibesarkan, terasa sangat tidak ramah ketika itu menyusul kerusuhan Mei 1998. Salah satu episode gelap negeri yang banyak memakan korban warga keturunan Tionghoa seperti Mei Ling.
Ketakutan tersebut membuat Mei Ling sampai tidak berani keluar dari rumahnya di Cengkareng, Jakarta Barat.
"Setiap hari kalau malam saya tidak berani menyalakan lampu. Dalam rumah bersama tiga anak saya saja," kata Mei Ling saat berbincang dengan Jawa Pos di sekitar paviliun Indonesia di WEM 2015 di Milan (29/10).
Mei Ling mengenang, ada temannya yang sebenarnya mampu membayar pengawal. Tapi, ketika ditelepon, si teman bilang hanya bisa bertahan di rumah. Kalau harus bawa kendaraan datang ke rumah menjemput dia, itu terlalu berisiko karena para perusuh sudah mengepung di mana-mana.
Susahnya lagi, Mei Ling harus berjuang sendiri agar bisa lepas dari kepungan dan rasa takut tersebut. Sebab, setahun sebelumnya dia baru saja menyandang status janda. Suaminya, seorang petinggi di salah satu perusahaan swasta ternama, kepincut kekasih lamanya asal Bandung.
Hanya ada satu saran yang bisa dia realisasikan, yaitu lari ke Bandara Soekarno-Hatta begitu ada kesempatan. Akhirnya, dalam gelap malam dengan bantuan beberapa kerabat dekat, bandara internasional itu bisa dituju.
MULYATI Cahyono memulai kehidupan baru di Belanda bersama Effendi Ali pascakerusuhan 1998. Berdua mereka berhasil mengembangkan empat restoran setelah
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408