''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''

''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''
''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''
Ketika sedang enak-enaknya ngobrol itu, datang dua orang yang ingin mengajak Mbah Marijan berbicara. Saya dan Agus memutuskan keluar. Padahal, tujuan kami sebenarnya bertemu Mbah Marijan adalah membujuk dia agar bersedia turun karena kondisi Merapi yang membahayakan. Agus sudah menyiapkan rumahnya di Jalan Kaliurang untuk ditempati Mbah Marijan. Tapi, belum sempat mengutarakan maksud tersebut, datang dua tamu itu. Saya menduga, tamu tersebut juga bermaksud membujuk Mbah Marijan agar mau turun.

 

Masih dalam hitungan menit, saat berada di luar rumah Mbah Marijan, dari kejauhan, saya mendengar deru beberapa mobil menuju Kinahrejo. Saya melihat ada lima mobil muncul dari jalan di sebelah timur masjid. Penumpangnya tidak banyak. Saya tidak tahu persis jumlahnya. Tak lama kemudian, terdengar suara gemuruh dari arah lereng Merapi.

 

Beberapa detik kemudian, saya melihat ada garis merah di gunung. Tapi, warnanya tak begitu jelas karena tertutup kabut tebal. Khawatir terjadi hal-hal yang membahayakan, saya memutuskan untuk turun dengan sepeda motor. Saat itu, Agus langsung mengajak Murni ikut turun dengan kendaraannya.

 

Sebelum turun, saya sempat mengajak orang-orang yang membawa mobil segera meninggalkan Kinahrejo. Namun, tidak ada yang merespons. Saya langsung keluar ke jalan beraspal menuju barak pengungsian. Saat itu, saya mendengar teriakan sejumlah penduduk yang mengajak warga lain segera turun.

 

BEBERAPA menit sebelum tubuh Mbah Marijan dihantam awan panas, wartawan Radar Jogja (Grup JPNN) Azam Sauki Adham mengobrol dengan dia. Berikut penuturannya:

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News