''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''
Kamis, 28 Oktober 2010 – 06:26 WIB
Suasana pun berubah menjadi tegang bercampur deg-degan. Beberapa penduduk yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi beramai-ramai meninggalkan rumah mereka. Saat itu, pikiran saya langsung tertuju kepada Mbah Marijan, para pencinta alam, dan sejumlah wartawan. Bagaimana nasib mereka?
Inginnya kembali lagi ke Kinahrejo. Tapi, dalam kondisi seperti itu, sudah tak memungkinkan lagi. Yang bisa saya lakukan saat itu adalah mengajak para warga yang masih berada di rumahnya agar mau turun. Saya melihat sejumlah warga bergerombol di pinggir jalan. Mereka terlihat bingung, antara akan turun atau tetap berada di kampungnya. Saya mendekati gerombolan warga itu dan saya ingatkan bahwa kondisi Merapi sudah sangat berbahaya.
Ada warga yang mengindahkan saran saya untuk turun, tapi ada juga yang mengabaikan. Mereka tak mau turun mungkin karena tak melihat Mbah Marijan ikut turun. Bagi sebagian warga, sosok Mbah Marijan masih sangat dihormati dan dijadikan panutan. Ketika Mbah Marijan memilih tetap berada di dalam rumahnya, ada warga yang menafsirkan bahwa mereka pasti akan selamat jika tetap tinggal di rumah.
Pukul 18.30, saya sudah tiba di barak pengungsian. Dalam perjalanan menuju tempat pengungsian itu, saya menyaksikan abu beterbangan. Saya sempat merasakan sesak napas karena abu terhirup hidung. Mata juga terasa perih.
BEBERAPA menit sebelum tubuh Mbah Marijan dihantam awan panas, wartawan Radar Jogja (Grup JPNN) Azam Sauki Adham mengobrol dengan dia. Berikut penuturannya:
BERITA TERKAIT
- Sidang Korupsi Timah: Suparta Diberi Pidana Tambahan, Penasihat Hukum Minta Dipertimbangkan
- Natal Penuh Kasih dan Sukacita: KKR Natal GBI HMJ Kota Wisata Cibubur Berlangsung Meriah
- Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni Hilang, TNI Kerahkan Pasukan
- Soal Kenaikan PPN 12 Persen, Wihadi Sebut PDIP Buang Muka
- Cuaca Hari Ini: Hujan Berpotensi Mengguyur Mayoritas Kota Besar di Indonesia
- INSPIRA Sebut Kapolri Sigit Bawa Perubahan di Polri