''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''

''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''
''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''
Di barak pengungsian, sudah berkumpul ratusan bahkan ribuan orang. Suasana karut-marut. Lalu lintas semrawut karena bertemunya kendaraan roda empat dan sepeda motor dari arah berbeda.

 

Anggota SAR yang membawa perangkat HT terus berkomunikasi. Tujuan komunikasi itu adalah memantau penduduk yang masih berada di permukiman rawan erupsi Merapi. Pikap dan truk langsung menuju ke atas untuk menyisir kampung-kampung.

 

Di tengah kecemasan menghadapi bahaya letusan Merapi, saya bersama sejumlah relawan menumpang pikap menuju kampung-kampung yang mungkin masih terdapat penduduk. Betul juga, banyak penduduk yang masih berada di rumah. Mereka langsung diangkut. Karena lokasi barak Umbulharjo telah penuh, warga dibawa ke sekolah Taman Dewasa yang berjarak sekitar 500 meter dari Balai Desa Umbulharjo.

 

Saya dan teman-teman relawan kembali terusik setelah ambulans yang melaju dengan kecepatan tinggi membawa warga Kinahrejo yang terkena awan panas. Tak berapa lama, muncul pikap yang membawa korban awan panas. Terus terang, saya panik. Bagi saya, Kinahrejo seperti kampung halaman. Penduduk sudah seperti saudara dan sahabat sendiri.

 

BEBERAPA menit sebelum tubuh Mbah Marijan dihantam awan panas, wartawan Radar Jogja (Grup JPNN) Azam Sauki Adham mengobrol dengan dia. Berikut penuturannya:

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News