''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''

''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''
''Saya Lihat Mbah Marijan Pakai Batik''
Kami langsung menghubungi relawan di barak melalui HT agar mengirimkan ambulans. Meski masih takut, kami memutuskan bergerak ke atas. Pertimbangannya, sinyal aktivitas Merapi yang terekam di HT terdengar stabil alias tidak ada guguran.

 

Namun, sepeda motor dan ambulans tidak bisa naik ke Kinahrejo karena terhalang pohon-pohon besar yang tumbang dan menutup jalan. Solusinya, relawan dari bawah membawa gergaji mesin. Pohon dan bambu yang menutup jalan dipotong. Kendaraan pun leluasa melewati.

 

Dari belakang, ambulans dan kendaraan penerang dari Brimob ikut mengawal upaya pembersihan jalan. Saya shock saat melihat korban berserakan di jalan. Semua dalam kondisi memprihatinkan. Ada yang meninggal, ada yang mengerang kesakitan karena seluruh badannya terbakar.

 

Satu per satu korban tewas maupun yang masih hidup langsung dievakuasi dengan ambulans di belakang kami. Setidaknya, selama penyisiran pukul 21.00?24.00 bersama polisi dan TNI, saya mencatat sepuluh warga tewas karena terkena awan panas. Di antaranya, dua orang di Pelemsari, tiga orang di jalan masuk menuju Kinahrejo, tiga orang di kediaman Mbah Marijan, dan seorang lagi di halaman depan rumah Asih. Malam itu, kami tidak menemukan Mbah Marijan.

 

BEBERAPA menit sebelum tubuh Mbah Marijan dihantam awan panas, wartawan Radar Jogja (Grup JPNN) Azam Sauki Adham mengobrol dengan dia. Berikut penuturannya:

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News