Saya Saksikan Peristiwa Gedoran Depok dari Awal sampai Akhir

Saya Saksikan Peristiwa Gedoran Depok dari Awal sampai Akhir
Jannete Tholense. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

Hari-hari itu sungguh menegangkan. Sekitar sebulan kami mengungsi di Kota Paris, dibawah lindungan pasukan NICA. Di Bulan November kami dibawa pindah ke Kedung Halang. Di Kedung Halang situasi jauh lebih enak dibanding Kota Paris. Kita dapat makan tiga kali sehari. Dapat uang jajan. 

Selain bisa makan enak dan tidur nyenyak, kita juga dikasih pakaian. Padahal sebelumnya, sewaktu di Kota Paris, baju hanya satu yang menempel di badan. Kalau mau nyuci, bajunya ganti-gantian sama teman.

Pokoknya di Kedung Halang sudah mendingan. Makan tiga kali sehari. Pagi bubur dan roti. Siang makan nasi. Malam makan lagi. Bahkan di sana kami yang anak-anak mulai sekolah lagi. Kami dikasih sepatu buatan Amerika dan Inggris, yang kalau dipakai puluhan tahun tidak rusak.

Oiya, bagaimana dengan nasib tawanan laki-laki yang dibawa lebih dahulu ke Paledang? Apakah Tante tahu?

Waktu kami dibawa ke Kota Paris, yang di Paledang juga dikumpulin di sana. Jadi kami orang Depok kembali berkumpul di Kota Paris. Dan selanjutnya berkumpul lagi di Kedung Halang.

Sampai tahun berapa di Kedung Halang?

Saat Natal tahun 1946, kalau saya tidak salah ingat, papa pindah ke Jakarta karena dapat kerjaan di Jakarta. Kami sekeluarga ikut ke Jakarta. Di Jakarta kami tinggal di camp ADEK, lokasinya itu di ujung pertemuan Jalan Tambak dan Pegangsaan. Di sana dapat makan enak. Toiletnya juga bersih.

Tahun 1948, lagi-lagi kalau saya tidak salah ingat, papa pensiun dan mengajak kami sekeluarga pulang ke Depok. 

BELUM genap dua bulan umur proklamasi, persisnya 11 Oktober 1945, meletus Peristiwa Gedoran Depok.  Apa yang sebetulnya terjadi saat Peristiwa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News