Saya Tahu, Tapi Tak Bisa Mengatakan
Senin, 09 Mei 2011 – 09:09 WIB
Saya tidak pernah menganjurkan itu. Begini lho, umpamanya saya ini sedang membicarakan tempe goreng, tapi di sidang maknanya lain dihubungkan ke pembunuhan. Lagi pula, ternyata Sigid merekam pembicaraan itu dan saat itu ada dua polisi yang standby di luar. Ada apa ini? Mengapa dia harus merekam? Kemudian, duit Rp 500 juta yang katanya dana operasi pembunuhan itu duit Sigid sendiri.
Saya tidak pernah menyuruh membunuh, tiba-tiba Sigid memberikan Rp 500 juta (kepada Williardi Wizard, terpidana lain) yang ternyata itu duitnya sendiri. Masak ada orang menyuruh orang lain, orang itu yang membiayai sendiri? Semua cerita ini seperti titian (jembatan) untuk membawa saya dalam kasus ini.
(Dalam dakwaan disebutkan bahwa Antasari curhat kepada Sigid karena menerima SMS teror. Antasari mengatakan sudah lapor ke Kapolri dan sudah dibentuk tim dengan dipimpin Kapolres Jakarta Selatan saat itu AKBP Williardi Wizard. Namun, tidak bisa ditindaklanjuti. Sigid kemudian menyampaikan kesanggupannya membantu Antasari. Dia juga menawarkan skenario perampokan terhadap Nasrudin).
Terungkap juga bahwa ada kejanggalan peluru yang membunuh Nasrudin?
Itu Anda bisa lihat sendiri. Bagaimana bisa orang yang senjatanya revolver dan macet tidak bisa dipakai tiba-tiba di jenazah almarhum ditemukan peluru 9 mm. Peluru dan senjata yang digunakan pelaku tidak cocok. Itu hasil forensik, bukan kata-kata saya sendiri. Artinya, secara materiil dan formil kasus ini lemah. Tindakan dan akibat yang ditimbulkan tidak sesuai.