Saya Tahu, Tapi Tak Bisa Mengatakan
Senin, 09 Mei 2011 – 09:09 WIB
Apakah karena Anda menemui tersangka sekaligus buron Anggoro Widjojo di Singapura tanpa berkoordinasi dengan pimpinan KPK lainnya?
Ya, itu juga. Saat itu saya mendapat informasi bahwa ada oknum KPK yang menerima suap dari Anggoro Widjojo. Saya temui lah dia di Singapura. Anggoro tidak tahu bahwa pembicaraan itu saya rekam. Anggoro bilang sudah keluar duit Rp 6 miliar untuk oknum KPK melalui Ari Muladi. Di Malang, saya bertemu dengan Ari Muladi dan dia bilang sudah menyerahkan uang itu ke oknum (KPK). Jumlahnya dia tidak tahu karena di dalam amplop. Nah, saat saya mau mencari tahu di mana tempat penyerahan uang itu, saya sudah ditangkap.
Bukankah bertemu pihak beperkara harus dengan persetujuan seluruh pimpinan?
Saya berniat menelusuri. Maksud saya, kalau saya sudah dapat data lengkap, akan saya bawa ke forum pimpinan. Apakah akan diteruskan, atau kalau ini tidak benar, kita bawa ke pencemaran nama baik. Saya berkali-kali mengatakan, termasuk di Graha Pena dulu (saat diundang Jawa Pos di Surabaya, Red), tidak boleh ada orang yang bersembunyi di dalam KPK kalau dia juga korupsi. KPK tidak akan takut memproses kasus di lembaganya sendiri. Mengungkap oknum-oknum di internal tidak akan menyurutkan semangat KPK.
Apakah dalam pertemuan tersebut Anggoro memang menyebut Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah menerima suap?
Anggoro tidak pernah menyebut Bibit dan Chandra menerima suap. Tapi, polisi menyuruh saya membuat laporan, kemudian seolah-olah saya menuduh Bibit dan Chandra menerima suap. Padahal, dua oknum yang disebut Anggoro itu bukan mereka.