Saya Tidak Bisa Melihat Angka COVID di Indonesia Seperti Dulu Lagi, Karena Sekarang Saya Melihat Wajah Mereka

Saya Tidak Bisa Melihat Angka COVID di Indonesia Seperti Dulu Lagi, Karena Sekarang Saya Melihat Wajah Mereka
Ayah mertua Robertus Victor Sugito (kiri), saya, dan Regi, suami saya. (Koleksi pribadi)

Meskipun saturasi oksigen paman saya sudah mencapai angka 68 dan ia memiliki komorbid asma dan diabetes, ternyata tidak mudah membujuk paman saya untuk pergi ke rumah sakit.

Malam itu melalui telepon, tante saya meminta bantuan saya untuk menjelaskan kepada Paman mengapa dia perlu segera ke rumah sakit seraya menjanjikan akan mencarikan ambulans.

“Kalau sudah ada ambulansnya, nanti saya dibawa ke rumah sakit mana?” tanya paman saya, Deddy Sumardi, malam itu.

“Belum tahu, Oom. Tapi yang pasti kita sekarang tidak bisa memilih rumah sakit, karena kondisinya begini."

"Nanti dicarikan oleh Puskesmas rujukan rumah sakit yang masih bisa menampung ya, Oom. Aku akan bantu carikan juga,” tutur saya setengah memaksa karena mengkhawatirkannya.

Tapi itu adalah pembicaraan terakhir saya dengannya.  Dua hari setelah perbincangan itu, paman saya berpulang setelah sempat dirawat di rumah sakit.

Sama seperti Bapak, pemakaman untuk Paman dilakukan di bawah protokol COVID.

Tante saya dan anak semata wayangnya juga tidak dapat melihat dari jauh jalannya pemakaman, karena masih isolasi mandiri di rumah.

Meskipun hampir setiap hari saya melaporkan penyebaran COVID-19 di Indonesia, kini saya tidak dapat melihat angka dengan cara yang sama seperti sebelumnya, tulis reporter ABC Indonesia Hellena Souisa

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News