SBR Hanya Laku Rp 2,3 Triliun
jpnn.com - JAKARTA - Antusiasme investor pada instrumen saving bond ritel Indonesia (SBR001) tidak sebesar dua saudaranya, obligasi ritel indonesia (ORI) dan sukuk ritel Indonesia (Sukri).
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, SBR merupakan surat utang jenis baru yang diperkenalkan ke investor ritel di Indonesia.
"Penawaran yang masuk Rp 2,395 triliun, pemerintah menyerap Rp 2,380 triliun, ini di bawah target Rp 2,5 triliun," ujarnya kemarin (26/5).
Sebagai gambaran, pada penerbitan ORI010 Oktober 2013 lalu, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 20,36 triliun dan pemerintah menyerap Rp 20,20 triliun. Kemudian, pada penjualan Sukri006 Maret 2014 lalu, jumlah penawaran investor yang masuk mencapai Rp 19,35 triliun dan pemerintah menyerap Rp 19,23 triliun.
Robert mengakui, Kementerian Keuangan belum melakukan evaluasi terkait tidak tercapainya target penerbitan SBR001. Menurut dia, hipotesa sementara adalah karakter SBR001 yang tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder, sehingga investor menjadi kurang tertarik.
"Tapi, in general (secara umum, Red) kami cukup happy," katanya.
Robert mengatakan, meski SBR001 tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder sehingga investor harus memilikinya sampai tanggal jatuh tempo, namun SBR001 sebenarnya memiliki daya tarik tersendiri karena skema imbal hasilnya yang bersifat floating.
"Mungkin karena ini skema baru, jadi investor belum terbiasa," ucapnya.
JAKARTA - Antusiasme investor pada instrumen saving bond ritel Indonesia (SBR001) tidak sebesar dua saudaranya, obligasi ritel indonesia (ORI) dan
- Harga Emas Antam Stabil Hari Ini 23 Desember, Berikut Daftarnya
- Hingga Kuartal III 2024, Pembiayaan Keuangan Berkelanjutan BSI Tembus Rp 62,5 Triliun
- Paket Insentif Ekonomi dari Pemerintah Jadi Angin Segar bagi Industri Otomotif
- PNM Mekaar Dorong Peran Ibu sebagai Penggerak Ekonomi Keluarga
- Mitos atau Fakta 94 Persen Warga Jabodetabek Pernah Beli Frozen Food, Ninja Xpress Ungkap Faktanya
- Pengamat: Masyarakat Nantikan Tata Kelola Tambang yang Berpihak, Bukan Janji Manis