SBY Ingin Indonesia Jadi Pusat Syariah Dunia
jpnn.com - JAKARTA-- Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ingin Indonesia dapat menjadi pusat keuangan ekonomi syariah dunia. Hal ini disampaikannya saat meresmikan Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) hari ini di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (17/11).
"Sebagai negara yang mayoritas muslim, Indonesia berpeluang mewujudkan hal tersebut. Kita harus bisa mengembangkan ini lebih baik," kata Presiden.
Presiden menginginkan ekonomi syariah ini dikembangkan juga di berbagai bidang di Indonesia. Itu merupakan tantangan besar, kata dia, karena belum semua masyarakat memahami ekonomi syariah. Ini, kata Presiden, adalah tantangan yang harus dijawab para otoritas terkait.
"Baik oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, pemerintah dan juga pelaku industri dan akademisi harus diperkuat sinerginya. Masyarakat juga harus berusaha memajukannya," lanjut Presiden.
Presiden juga menegaskan bahwaa ia mendukung pembuatan cetak biru ekonomi syariah ke depan. Dirinya berharap hal tersebut dapat sejalan dengan rencana kerja pemerintah dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
"Karena meningkatnya ekonomi syariah dapat meningkatkan kemandirian dan ketahanan bangsa menghadapi situasi global," kata Presiden. Dalam kesempatan ini, Presiden yang didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo juga mengunjungi sejumlah stand bank syariah di Monas. (flo/jpnn)
JAKARTA-- Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ingin Indonesia dapat menjadi pusat keuangan ekonomi syariah dunia. Hal ini disampaikannya saat
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Kanwil Bea Cukai Jakarta Rilis Kinerja Pengawasan Selama 2024 dalam Dukung Asta Cita
- Sinergi Tanpa Sekat Jadi Kunci Kemajuan Wilayah Metropolitan
- Tidak Sepakat dengan Prabowo, Gus Falah: Koruptor Tetap Dihukum dan Uang Rasuah Disita
- Rupiah Melemah Lagi, Misbakhun: Tidak Ada Hubungannya dengan Penggeledahan KPK di Kantor BI
- ASDP Siap Layani Penyeberangan 3 Juta Penumpang Selama Libur Nataru
- Kewenangan Dewan Pertahanan Nasional Dianggap Berbahaya Bagi Demokrasi dan HAM