SBY: Penembakan Pesawat MH17 Langgar Hukum Perang
jpnn.com - JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan rasa prihatinnya terhadap insiden pesawat milik maskapai Malaysia Airlines Boeing 777-200 dengan nomor penerbangan MH17. Kepala negara yang pertama kali dipilih secara langsung itu meminta dibentuk tim invesitasi untuk mengungkap dugaan penembakan di balik kecelakaan pesawat tersebut.
"Indonesia menyerukan segera dilakukan investigasi secara internasional," kata SBY di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/7).
SBY sendiri mengaku telah mendapatkan informasi yang terpecaya dari jatuhnya pesawat MH17 yang menewaskan 289 penumpang dan awaknya. Makanya, untuk mengkonfirmasi kejadian tersebut, perlu dilakukan investigasi.
"Dari sejumlah sumber resmi dan terpercaya yang Indonesia ikut, pesawat Malaysia itu jatuh ditembak peluru dari darat ke udara," katanya.
Menurut SBY, penembakan terhadap pesawat komersil oleh militer merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Kata dia, aksi itu merupakan kejahatan perang jika benar milisi Pro-Rusia melakukan penembakan itu.
"Kalau itu benar. Pesawat itu jatuh ditembak oleh senjata militer. Itu adalah pelanggaran hukum internasional dan hukum perang," katanya.
Dalam investigasi jatuhnya MH17 di perbatasan Ukraina dan Rusia, Indonesia tidak akan diam. Melalui politik bebas aktif, SBY ingin Indonesia menjadi bagian dari tim investigasi yang akan dibentuk. "Indonesia siap bergabung dalam invesitagsi itu," pungkasnya. (awa/jpnn)
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan rasa prihatinnya terhadap insiden pesawat milik maskapai Malaysia Airlines Boeing
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- BPKP Usulkan Rancangan Kebijakan MRPN Lingkup Pemerintah Daerah
- Eks Tim Mawar Kenang Presiden Prabowo yang Rela Korbankan Diri demi TNI
- Polsek Tambusai Utara Ajak Warga di Desa Tanjung Medan Ciptakan Pilkada Damai
- AQUA dan DMI Berangkatkan Umrah bagi Khadimatul Masjid dari Enam Provinsi
- KPK Incar Pejabat BPK yang Terlibat di Kasus Korupsi Kemenhub
- PPPK Minta Regulasi Mutasi, Relokasi, dan TPP Rp 2 Juta, Berlebihankah?