SBY Tak Berpihak pada Buruh Migran
Jumat, 05 Maret 2010 – 16:57 WIB
"Perempuan Indonesia dalam kondisi kritis yang diciptakan rezim neoliberal melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," tegas Ruth.
Bahkan, lanjutnya, karena harus melangsungkan fungsi reproduksi biologis dalam kondisi yang tertekan secara fisik dan mental, banyak buruh migran pada akhirnya memilih bunuh diri agar terbebas dari krisis. "Setiap empat hari, seorang perempuan bunuh diri karena stres," katanya lagi.
Ruth mengatakan, pemerintah harus bertanggungjawab karena gagal mengurus kesejahteraan, melindungi, serta mengakui perempuan sebagai tiang negara dan bangsa. Dia mengungkapkan, Rezim SBY memilih perempuan Indonesia untuk dipersembahkan kepada Rezim Neoliebral sebagai arena sirkuit modal dan akumulasi kapital. Padahal perempuan sebagai entitas yang berperan besar menyumbang seksualitas, tenaga kerja dan sumbangan ekonomisnya untuk kelangsungan kekuasaan Rezim Neoliberal.
Karenanya, gabungan organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia akan merapatkan barisan Senin (8/3) pekan depan, dengan menggelar mahkamah terbuka terhadap pemerintahan SBY. "Ironisnya, dalam pemilihan presiden yang lalu, pemilih SBY kebanyakan perempuan. Alasannya, hanya karena wajah SBY yang karismatik atau ganteng. Tapi nyatanya, SBY malah tidak berpihak pada perempuan dalam berbagai kebijakannya," tukas Ruth.(Lev/JPNN)
JAKARTA - Kondisi buruh migran di Indonesia sepertinya memang masih memprihatinkan. Dari data ini dihimpun dari The Convention on the Elimination
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Universal Basic Income, Bhima: Eksperimen Menarik Bojonegoro Klunting vs Makan Siang Gratis
- Kebijakan Tom Lembong Impor Gula Sesuai Kepmenperindag 572, Tak Bisa Dipidana
- Seleksi CPNS Kemenkumham, Silakan Lapor ke Sini Jika Ada Kecurangan
- Kejati Jatim Perpanjang Masa Penahanan Tersangka Mantan Notaris
- Polisi Tembak Rekan, Komisi III Soroti Kelayakan Anggota Polri Pegang Senjata
- Kabagops Polres Solok Selatan Merokok Saat Diperiksa Propam, Sahroni: Wajib Dievaluasi