Sebuah Inspirasi dari Pemenang Sayembara Desain Homestay Nusantara 2016

Sebuah Inspirasi dari Pemenang Sayembara Desain Homestay Nusantara 2016
Pemenang desain homestay destinasi Borobudur, Aditya Wiratama (tengah), bersama dua anggota tim, Rizky Rachmadanti (kiri) dan TB Dimas Dianggara Putra. Foto: from Indopos

Selain lokasi, hal lain yang dicermati Adit dan timnya adalah karakteristik bangunan di sekitar Borobudur. Tipologi bangunan semacam komplek perumahan yang dihuni oleh satu keluarga secara turun temurun ikut dipelajari. Pengaruh terhadap ilmu pengetahuan ikut diperhitungkan. Hasilnya? Gnomon Urip pun tercipta. Inilah judul karya yang dipilih Aditya Wiratama bersama dua anggota tim, Rizky Rachmadanti dan TB Dimas Dianggara Putra.

“Borobudur ternyata tidak hanya berfungsi sebagai tempat wisata dan ibadah. Namun juga sarat dengan ilmu pengetahuan. Di sana ada unsur ilmu astronomi dimana terdapat gnomon sebagai penanda waktu. Dan penanda waktu itu kami masukkan ke dalam desain bangunan,” ulas Adit.

Konsep lain yang ikut dipikirkan adalah penahapan aktifitas. Adit dan timnya ingin memperkaya pengalaman pengunjung saat menginap di sekitar Borobudur. Kamar pengunjung pun diset di lantai dua. 

“Jadi bila ingin beraktifitas seperti makan dan mandi, pengunjung harus turun ke penghuni rumah. Akan ada banyak interaksi dengan sang pemilik rumah. Saat keluar rumah, pengunjung juga bisa beraktifitas di pekarangan rumah keluarga besar dan berinteraksi dengan keluarga besar. Di lapisan berikutnya, pengunjung bisa beraktifitas di dalam desa. Bisa melihat sawah-sawah dan aktifitas warga seperti bertani dan bercocok tanam. Gong-nya ya menyaksikan mahakarya world culture, Candi Borobudur,” terang Adit.

Selain itu ada konsep punden berundak yang diimplementasikan ke dalam bangunan, Punden berundak adalah bentukan bertingkat yang memusat ke tengah. Pada zaman dahulu, punden berundak dijadikan pemujaan roh nenek moyang. Dewasa ini banyak pula digunakan untuk bangunan ibadah seperti di Masjid ataupun di Candi Borobudur. 
“Ada tiga tingkatan yang kami masukkan ke dalam desain. Tiga tingkatan tersebut diibaratkan seperti fase kehidupan, yaitu saat kita masih di dalam kandungan, ketika kita hidup di dunia,dan ketika kita meninggalkan dunia,” timpal Rizky Rachmadanti, anggota tim Gnomon Urip Borobudur.

Dengan beragam filosofi tersebut, massa bangunan yang dihasilkan terlihat sederhana namun penuh makna. Bentukan bangunannya terlihat sangat simpel. Hanya ada tambahan genteng yang dipotong miring. “Fungsinya sebagai penanda masa. Itu penanda bahwa bangunannya dibuat pada masa sekarang dengan menggunakan alat modern,” sambung TB Dimas Dianggara Putra, anggota tim lainnya.

Material yang digunakan? Diambil dari material lokal. Dari mulai batu andesit, genteng lokal, kayu lokal yang banyak tersedia di sekitar Borobudur, dimanfaatkan untuk membangun homestay. 

“Tenaga kerjanya pun lokal. Penggunaan material tembaga, kuningan dihandle pengrajin sekitar,” ungkap Dimas.

JAKARTA - Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 sudah berakhir 25 Oktober 2016 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona Kemenpar. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News