Sebuah Kisah yang Indonesia Tak Ingin Dunia Tahu

Indonesia membantah menggunakan bom tetapi mengakui adanya penggunaan granat selama operasi keamanan.
Raga Kogoya, tokoh masyarakat di Wamena mengatakan, dia berhenti menghitung jumlah korban mati dan terluka dari serangan itu.
Dia saat ini merawat anak-anak pengungsi yang trauma. Dari 220 orang yang berlindung di dekat desanya, kebanyakan adalah anak-anak.

Seorang anak yang tinggal bersama Raga Kogoya menceritakan apa yang dia alami kepada program ABC.
"Ketika pengeboman pertama terjadi, mereka membunuh ayahku," ujarnya.
"Saya merasa hancur. Indonesia harus bertanggung jawab karena mereka membunuh ayahku," katanya.
Konsekuensi tragis dari kekerasan ini, anak-anak berusia 12 tahun pun terseret ke dalam pasukan pejuang kemerdekaan yang dipimpin oleh Egianus Kogoya yang baru berusia 19 tahun. Egianus masih sepupu dengan Raga.
Penduduk salah satu desa di dataran tinggi Papua, di wilayah Indonesia paling timur, kini kembali ke kampungnya dan menemukan puing-puing rumah mereka yang hangus terbakar
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Andreas: Kejahatan yang Dilakukan KKB tak Boleh Dibiarkan Terus Menerus Terjadi
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan