Sejarawan Pamer 10 Surat Tulisan Tangan RA Habibie Berisikan Kerinduan untuk BJ Habibie

Sejarawan Pamer 10 Surat Tulisan Tangan RA Habibie Berisikan Kerinduan untuk BJ Habibie
Tulisan tangan dari ibunda Habibie untuk BJ Habibie. Foto : FC Ichwan Azhari

Saat itu tahun 1997, sedang musim dingin di Jerman. Saya dari Hamburg (tempat saya kuliah) berangkat ke Stutgart mengunjungi Briefmarken Internasional Messe (Pameran Internasional Prangko/Filateli). Pedagang prangko orang Jerman ini tahu nama Habibie, nama yang juga jadi legenda bagi banyak orang Jerman yang mengenal Indonesia.

Saya waktu itu terkejut dan bertanya dari mana dia dapat begini banyak surat surat untuk Habibie ini? Sebagian surat surat itu berasal dari ibunda Habibie di Bandung yang dikirim ke Habibie di Hamburg antara tahun 1967-1970. Pedagang prangko Jerman itu sambil tertawa dengan enteng menjawab bahwa itu di dapatnya dari tukang botot di Hamburg. Hah?

Surat surat tulisan tangan dari ibunda Habibie di amplop suratnya disebut dikirim R.A Habibie (ibunya Habibie) beralamat di Jalan Imam Bondjol 24 Bandung. Surat dikirim ke Dr.Ing.B.J.Habibie, Heinrich Bomhoff Weg 2, (2) Hamburg 52. W.Djerman.

Saat kemarin mendengar Habibie, tokoh besar dalam sejarah dunia ini wafat, saya teringat surat surat itu, mencarinya di dalam lemari pakaian : dengan haru mengelusnya, membacainya sambil mengurut dada karena menyesal, gagal tak sempat bisa mendapat peluang memberikannya langsung kepada Habibie pemiliknya, sampai tokoh yang saya kagumi ini wafat. Berkaca kaca mata saya kembali membacai surat surat ibunda Habibie yang dikirim 50 tahun yang lalu untuk Habibie lalu saya temukan dan simpan selama 20 tahun lebih sejak tahun 1997.

Surat surat ibunda Habibie selalu menyapa dengan cinta dan sayang. ”LIEBSTE RUDY, AINON, ILHAM EN THAREG” begitu sang ibu selalu menyapa dari Bandung di awal suratnya, ke belahan jiwa yang dirindukannya di tempat yang jauh, jauh di Hamburg.

Mengapa surat surat penting ibu Habibie ini bisa jatuh ke tangan tukang botot? Lalu saya menyadari ini mungkin terjadi di Jerman. Pembantu di rumah Habibie di Hamburg mungkin ingin membersihkan Keller (biasa ada di rumah di Jerman yakni ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai gudang).

Saat gudang penuh dengan berbagai koran dan majalah (dan saya menduga kumpulan surat surat untuk Habibie terikut di dalam Keller), biasanya orang menelpon tukang loak untuk mengangkut barang barang itu dengan imbalan sekedarnya. Dari tukang loak seperti itulah pedagang prangko Jerman itu men dapatkannya dan menjualnya di bursa prangko internasional di Stuttgart ini.

Karena keterbatasan uang , waktu itu saya hanya bisa membeli 10 surat yang dikirim dari ibunda Habibie untuk Habibie dan ibu Ainun Habibie. Saya lihat ada satu kardus lagi surat surat yang dikirim ke Habibie yang jatuh pada pedagang itu dan dengan pilu saya berharap satu waktu bisa memborong semua surat surat itu. Beberapa tahun berikutnya saat saya jumpa lagi dengan pedagang itu, surat surat itu sudah tidak ada padanya , entah siapa yang membelinya.

Presiden Ketiga Republik Indonesia, BJ Habibie meninggalkan kesedihan dan dikenang karena sosoknya yang patut ditiru. Bukan hanya karena kepintaran, kesetiaannya dengan sang istri Ainun Habibie, namun ternyata pada masa mudanya, dia juga sosok yang dididi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News