Sejumlah Negara Maju Mulai Meninggalkan Rokok, Ini Alasannya
jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah ahli menyatakan pengurangan risiko tembakau (tobacco harm reduction) bisa menjadi salah satu upaya untuk mendukung penanggulangan masalah rokok, baik di Indonesia maupun secara global.
Upaya ini menjadi langkah penting untuk diterapkan, tetapi penerapannya di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah dinilai sulit.
Hal ini disebabkan oleh sikap pemangku kepentingan yang kurang terbuka terhadap kajian ilmiah.
Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Badan Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu menjelaskan konsep pengurangan risiko tembakau sebenarnya bisa menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi merokok di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah.
“Ada potensi bagi konsep tersebut untuk menjadi solusi,” kata Tikki.
Namun, resistensi dari berbagai pemangku kepentingan terhadap hasil penelitian ilmiah ini menjadi kendala untuk bisa menerapkan pengurangan bahaya tembakau di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah, padahal jumlah perokok di negara-negara tersebut sangat tinggi.
Oleh karena itu, Tikki menyarankan agar para pemangku kepentingan bersikap terbuka serta mengedepankan komunikasi untuk mengetahui fakta yang sesungguhnya mengenai konsep tersebut.
“Memerlukan dialog objektif yang lebih terbuka berdasarkan bukti ilmiah,” tegas Tikki.
Jumlah perokok di India saat ini sudah mencapai 300 juta. Penghalang untuk menerapkan konsep pengurangan risiko tembakau adalah kurangnya kemauan politik.
- Kemasan Rokok Polos Dinilai Menghambat Hak-hak Konsumen
- Pemerintah Baru Diminta Libatkan Pemangku Kepentingan dalam Merumuskan Regulasi
- Stres di Tempat Kerja Picu Merokok? Kenali Gejalanya dan Alternatif Mengatasinya
- Blusukan di 3 Wilayah Ini, Bea Cukai Ajak Masyarakat Gempur Rokok Ilegal
- Gandeng Satpol PP, Bea Cukai Gelar Operasi Pasar Gempur Rokok Ilegal di Konawe
- Demi Anak-Anak, Inggris Bakal Larang Vape Sekali Pakai Tahun Depan