Sejumlah Pegiat Antikorupsi Tak Terima Honor Hakim Disunat, Bakal Mengadu ke KPK

Sejumlah Pegiat Antikorupsi Tak Terima Honor Hakim Disunat, Bakal Mengadu ke KPK
Diskusi publik yang diselenggrakan Indonesia Police Watch (IPW), bersama-sama sejumlah elemen lembaga penggiat antikorupsi di Jakarta, Rabu (18/9). Foto: Fathan

"Pola pengusutan kandungan korupsinya harus ditarik ke belakang. Kasus ini sangat ironis. Seharusnya dana yang bersifat insentif lebih tepat diberikan kepada hakim-hakim yang hidupnya merana di daerah," kata Petrus.

Kasus dugaan korupsi pemotongan dana PPH bagi hakim agug sendiri bermula ketika pada 10 Agustus 2021, dikeluarkan penetapan atas Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan No. 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, yang mendasari hakim agung berhak atas honorarium dalam penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali paling lama 90 hari kalender sejak perkara diterima oleh unit penerima surat pada Ketua Majelis sampai perkara dikirim ke pengadilan pengaju, sebagaimana yang tercantum dalam Nota Dinas Panitera.

Kemudian, sejak 2022 secara berlanjut sampai dengan tahun 2024 ternyata terjadi pemotongan Dana Honorarium Penanganan Perkara Para Hakim Agung.

Pada 2022, pembayaran Dana Honorarium Penanganan Perkara Para Hakim Agung dilakukan dengan penyerahan uang cash dan disertai tanda terima dalam dua bentuk yaitu bukti tanda terima hakim agung yang 100 persen dan tanda terima bukti hakim agung yang Dana Honorarium Penanganan Perkaranya telah dipotong.

Pada 12 September 2023, landasan pemotongan dituangkan Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung yang terakhir Surat Keputusan Sekretariat Mahkamah Agung RI No: 649/SEK/SK.KU1.1.3/VIII/2023 tanggal 23 Agustus 2023 tentang Perubahan Atas Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung No.: 12/SEK/SK/II/2023 tentang Standar Biaya Honorarium Penanganan Perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali Bagi Hakim Agung pada Mahkamah Agung Tahun Anggaran 2023 dan Nota Dinas Panitera MA No: 1808/PAN/HK.00/9/2023 tentang Pemberitahuan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) pada 2023.

Indonesia Police Watch bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat akan melaporkan kepada KPK seuai selesai menyusun rumusan hasil diskusi publik.

Seluruh narasumber sepakat dugaan pemotongan dan penyalahgunaan Dana Honorarium Perkara (HHP) Bagi Para Hakim Agung Senilai Rp97 miliar dan/atau TPPU, yang dianggap sebagai tindak pidana korupsi.

Setidaknya kontruksi hukumnya serupa dan sebangun dengan dugaan perkara korupsi pemotongan dana hasil insentif pajak untuk pegawai Kab. Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah menyebabkan Kepala Dinas BPPD Aris Suryono dituntut JPU selama tujuh tahun dan enam bulan penjara di PN Tipikor Sidoarjo (9/9).

Sugeng IPW mengeklaim pemotongan dana HPP bagi hakim agung di MA itu benar adanya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News