Sekarang tidak Takut, Belanda Sudah tak Ada di Sini

Sekarang tidak Takut, Belanda Sudah tak Ada di Sini
Amina Sabtu. Foto: Malut Pos/JPG

Konon, di bawah tiang bendera tertulis kalimat yang berbunyi, “Barang siapa yang berani menurunkan bendera ini, maka nyawa diganti nyawa.”

Tak butuh waktu lama bagi Belanda yang memiliki mata-mata sejumlah polisi Indonesia untuk mengetahui pelaku pengibaran bendera. Abdullah kemudian ditangkap. Namun tetap tak ada yang berani menurunkan bendera, hingga Belanda meminta Sultan Tidore yang berkuasa kala itu, Zainal Abidin Sjah, untuk menurunkannya.

“Sultan tidak menurunkan bendera itu. Ou (sebutan untuk Sultan, red) mencabut tiang benderanya sekaligus dan dibawa ke kedaton. Sejak itu, saya tidak pernah melihat bendera itu lagi,” tutur Amina.

Oleh tentara Belanda, Abdullah dihajar hingga gigi depannya patah. Meski babak belur dihantam, pria yang wafat pada 2010 lalu itu tak pernah membocorkan pelaku lain yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

Setelah Abdullah dilepaskan, giliran Amina yang ditangkap tentara Belanda dan mata-matanya ketika tengah menonton sebuah acara pesta kampung. Amina diangkut menggunakan mobil patroli dan dibawa ke Tanjung Mareku.

Di sana, ia ditanyai mengenai keterlibatan orang lain dalam misi pengibaran bendera. Sama seperti Abdullah, Amina bersikukuh menyatakan hanya pemuda itulah pelakunya.

Di saat bersamaan, warga Mareku beramai-ramai membela Amina. “Orang-orang bilang, jangan tangkap saya, karena saya juga hanya suruhan orang. Akhirnya saya dibebaskan,” katanya.

Peristiwa penangkapan ini sempat membuatnya trauma hingga puluhan tahun kemudian. Tiap kali ada orang yang bertanya tentang peristiwa pengibaran bendera, Amina akan menghindar untuk menjawabnya.

AMINA Sabtu. Perempuan yang berjasa menjahit bendera merah putih pertama yang dikibarkan di Maluku Utara, setahun setelah Indonesia Merdeka. 70 tahun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News