Sekjen Gerindra Nilai Surat ke KPK Melampaui Kewenangan DPR
jpnn.com, JAKARTA - Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, surat pimpinan DPR yang dikirimkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menunda penyidikan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) melampaui kewenangan parlemen.
“Surat tadi kalau betul dikirim sekjen ke pimpinan KPK meminta penundaan, menurut saya itu sesuatu yang melampaui kewenangan DPR,” kata Muzani di gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/9).
Dia menegaskan pimpinan DPR itu merupakan corong atau perpanjangan mulut anggota DPR. Menurut Muzani, proses hukum yang ditangani lembaga independen KPK harus dihormati.
“Pimpinan DPR harus menghormati proses ini. Bahwa surat itu ditandatangani Fadli Zon sama saja, mau Fadli Zon, siapa saja menurut saya itu di luar dan melampaui kewenangan DPR,” katanya.
Anggota Komisi I DPR itu menyayangkan surat itu bisa dikirim ke KPK. Harusnya, Muzani menegaskan, pimpinan DPR tidak melakukan hal itu sambil terus menghormati keputusan KPK.
“Juga menghormati praperadilan Novanto,” tegasnya.
Dia mengatakan, kalau praperadilan nanti menyatakan tak bersalah maka juga harus dihormati. Jangan sampai ini ada kesan melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang dilakukan komisi antikorupsi.
“Saya tidak mencampuri, terserah KPK yang punya mekanisme sendiri. Cuma kami sayangkan pimpinan DPR yang menurut saya melampaui batas kewenangannya. Sebagai pimpinan dia speaker, perpanjangan mulut anggota DPR dan fraksi-fraksi,” papar Muzani.
Surat pimpinan DPR ke KPK agar menunda penyidikan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP melampaui kewenangan parlemen.
- Ketua MPR RI Gaungkan Dukungan untuk Palestina saat Pelantikan Presiden
- Kapan Prabowo-Mega Bertemu? Pernyataan Muzani Cukup Meyakinkan
- Soal Kader PDIP Masuk Kabinet Prabowo, Sekjen Gerindra: Insyaallah Ada
- Tok! Ahmad Muzani Jadi Ketua MPR, Ini Nama-Nama Wakilnya
- Gerindra Pengin Mendudukkan Sosok Ini di Kursi Ketua MPR RI
- Sekjen Gerindra Usul Ekspor Pasir Laut Ditunda, Arief Poyuono: Tidak Elok