Sekjen PBB Desak Turki dan Rusia Jauhi Urusan Dalam Negeri Libya
jpnn.com - Sekjen PBB Antonio Guterres pada Kamis (29/1) menyeru ribuan pasukan dan tentara bayaran asing agar segera meninggalkan Libya, dan Guterrres meminta mereka jangan campuri Libya.
Libya terpecah sejak 2014 antara Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) --yang diakui dunia-- di ibu Kota Tripoli di wilayah barat dan Militer Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar, yang berbasis di wilayah timur.
Kedua pemerintahan saingan itu menyepakati gencatan senjata pada Oktober, tetapi belum angkat kaki. Haftar didukung oleh Uni Emirat Arab (UAE), Mesir dan Rusia.
Pemerintah GNA mendapat dukungan dari Turki. "Gencatan senjata masih berlangsung," kaya Guterres kepada wartawan, Kamis (28/1).
"Penting agar seluruh pasukan asing dan seluruh tentara bayaran asing terlebih dahulu bergeser ke Benghazi dan ke Tripoli dan, dari sana, mundur dan tinggalkan Libya, sebab warga Libya telah membuktikan bahwa, dengan tanpa campur tangan, mereka mampu menyelesaikan masalah-masalahnya," kata Guterres.
Libya awalnya mengalami kekacauan pascapenggulingan pimpinan Muammar Gaddafi pada 2011. Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis membahas situasi Libya.
Dewan beranggotakan 15 negara itu melalui pernyataan menyerukan penarikan penuh pasukan asing dan tentara bayaran "tanpa ditunda". Dewan juga meminta agar seluruh aktor Libya dan internasional menghormati embargo senjata dan kesepakatan gencatan senjata.
Penjabat Duta Besar AS untuk PBB Richard Mills membeberkan nama negara-negara yang dimaksud.
Sekjen PBB Antonio Guterres pada Kamis (29/1) memberi peringatan kepada Turki dan kekuatan asing lainnya yang terlibat dalam konflik internal Libya
- Rusia Nilai Indonesia Sangat Klop dengan BRICS
- Mengenang Fethullah Gülen, Pejuang Pendidikan Turki yang Menginspirasi Dunia
- Angkatan Laut Rusia Bakal Masuki Perairan Indonesia, Ada Misi Khusus Apa?
- Sekjen PBB Mengecam Keras Serangan Mematikan Israel di Gaza Utara
- Mendaki Secara Ilegal, Bule Rusia Jatuh di Gunung Rinjani, Pendaki Jakarta Belum Ditemukan
- Emmanuel Macron Sebut Uni Eropa Perlu Mempertimbangkan Kembali Hubungan dengan Rusia