Sektor Properti Tiongkok Terancam Anjlok Akibat Kasus Evergrande, Perusahaan Dengan Utang Rp4 Ribu Triliun
Setelah itu, ribuan investor, pemasok, dan karyawan Evergrande telah berharap agar pemerintah turun tangan membantu mendapatkan kembali uang mereka dari perusahaan ini.
Sampai sekarang, Beijing tetap menolak tegas langkah semacam itu.
Tiga garis merah
Kemelut keuangan Evergrande bermula ketika Beijing menerapkan aturan ketat atas industri real estate pada bulan Agustus lalu.
Dikenal sebagai batas 'Tiga Garis Merah', aturan tersebut bertujuan untuk mengekang utang dan membuat sektor real estate lebih terjangkau bagi warga Tiongkok pada umumnya.
"Kebijakan ini memaksa perusahaan untuk menawarkan diskon lebih besar pada properti demi menjaga arus kas mereka," jelas Mark Williams, kepala ekonom Capital Economics Asia.
Evergrande dikabarkan tidak mampu lagi melakukan pembayaran bunga pinjamannya.
Sejauh ini, pemimpin Tiongkok di Beijing tampaknya enggan untuk menyelamatkan perusahaan itu, mengakibatkan ribuan orang mengalami kerugian dan sebagian hancur secara finansial.
"Hidup saya sudah hancur," ujar seorang karyawan kepada ABC di luar markas Evergrande di Shenzhen minggu lalu.
Perusahaan raksasa properti Tiongkok, Evergrande, berkembang sangat pesat sehingga melebar ke berbagai sektor mulai dari klub sepakbola, susu formula bayi, hingga mobil listrik
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Fasilitas di Arandra Residence Kini Semakin Lengkap dengan Hadirnya Superindo
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Berpengalaman 19 Tahun, Safira Group Wujudkan Hunian Impian di Solo Raya