Sekuntum Mawar untuk Yudhoyono

Sekuntum Mawar untuk Yudhoyono
Sekuntum Mawar untuk Yudhoyono
Fenomena ini tak terbayangkan ada di era Orde Baru. Di masa lalu, mungkin, orang seperti Wiliardi sudah "lenyap". Bahkan media yang mencoba menulis informasi yang saling distorsi ini bisa dibredel pemerintah. Jika Presiden Soeharto "mendehem" saja, segenap pihak bungkam dan terkatup mulutnya, sehingga yang beredar hanya desas-desus.

Masa-masa apa yang disebut dengan manipulation period, yakni pembentukan opini yang hanya menonjolkan hal-hal yang aman dan baik-baik saja, sudah berlalu. Kaum jurnalis sudah ogah melurus atau membengkokkan indormasi, jika hanya demi kepentingan politikus atau kekuasaan, sebagaimana digambarkan oleh Grunig & Hunt (1984).

Kemudian tampil information period. Kita kenang lagi praktisi humas yang sangat monumental yakni Ivy Ledbetter Lee, yang dijuluki sebagai The Father of Public Relations.

Tatkala Ivy Lee diminta menangani kasus pemogokan besar-besaran dan pekerjanya menuntut kenaikan upah di perusahaan batubara, Ivy Lee meminta syarat. Pertama, ia dekat dengan top manajemen, dan kedua diberi kebebasan memberikan informasi kepada para wartawan. Eh, pemerintah AS setuju, sehingga kasus itu selesai.

FENOMENA tersingkapnya kasus Bibit dan Chandra maupun Antasari di angkasa informasi Indonesia sungguh bagai karnaval cerita. Berita media cetak dan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News