Semakin Pede Jalankan Aturan Publikasi Karya Ilmiah
Setelah Muncul Kasus Plagiat Tiga Calon Guru Besar UPI
Selasa, 06 Maret 2012 – 09:51 WIB
Menteri asal Surabaya itu berpesan supaya kampus menjatuhi sanksi yang keras. Jika sanksinya masih ringan, maka reputasi kampus menjadi pertaruhan. Masyarakat pasti memandang sebelah mata kampus ini. Kampus yang memberikan sanksi ringan terhadap dosen atau mahasiswa pelaku plagiat, dinilai tidak pro penegakan norma akademik.
Baca Juga:
Mencuatnya kasus plagiat ini, kata Nuh, bukan kasus baru. "Kira-kira bukan ini saja," kata dia. Nuh memandang ada tiga penyebab ada dosen menabrak moral akademik. Pertama demi status sosial, lalu untuk mendapatkan tunjangan guru besar yang mencapai Rp 14 juta per bulan per orang, dan lemahnya sistem pemantauan.
Untuk itu, Nuh semakin bersemangat dengan aturan publikasi ilmiah. Dia memandang, jika semakin banyak karya ilmiah yang dipublikasikan, bisa lebih mudah memantau praktek plagiat. Sebaliknya, jika banyak karya ilmiah yang tidak dipublikasikan atau hanya disimpan di rak kampus, praktek plagiat semakin sulit dipantau.
Mantan Menkominfo itu menjelaskan, publikasi karya ilmiah yang diharuskan untuk syarat kelulusan mahasiswa S1, S2, dan S3 bisa memperbaiki sistem di dunia pendidikan tinggi. Ke depan, kata Nuh, karya ilmiah dari seantero Indonesia akan dimasukkan dalam portal Garuda.
JAKARTA - Di tengah gelombang penolakan terhadap aturan publikasi karya ilmiah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendapatkan suntikan
BERITA TERKAIT
- Pilih Hotel sebagai Fasilitas Kampus, CEO UIPM Beri Penjelasan Begini
- Eramet & KBF Berikan Beasiswa untuk Mahasiswa Indonesia Timur, Ini Harapan Gubernur Sulut
- Sebanyak 96 Mahasiswa Presentasikan Hasil Riset di Knowledge Summit
- Dukung Gerakan Literasi Heka Leka, Anies Baswedan Bicara Potensi Anak-anak Maluku
- Research Week 2024: Apresiasi Kinerja Dosen Untar Hasilkan Karya Ilmiah Berkualitas
- Adaro Donasikan Paket Seragam Sekolah Senilai Rp 2,4 Miliar untuk Anak Kurang Mampu