Sembahyang Rebutan

Oleh: Dahlan Iskan

Sembahyang Rebutan
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

"Ini hari raya Rebutan," kata saya.

Tentu saya tahu itu. Tiap tahun saya diundang sembahyang hari raya Rebutan. Hari itu pun saya buru-buru ke bandara terkait dengan hari raya Rebutan. Kali ini saya sudah menyanggupi untuk hadir.

Kali ini saya harus hadir. Sudah sejak 17 tahun lalu saya selalu diundang. Selalu saja absen. Pernah diwakili oleh istri. Kali ini akan hadir sendiri.

Kenapa saya selalu diundang?

Salah satu arwah yang didoakan di hari raya Rebutan di vihara ini memang ada hubungannya dengan saya. Yakni arwah almarhum yang hatinya, saat ini, berada di dalam tubuh saya.

Saya sendiri tidak tahu namanya. Juga tidak tahu asal usulnya. Saya hanya tahu ia orang Tianjin. Umurnya, saat meninggal, 20 tahun.

Begitu meninggal, hati anak muda itu diambil. Dilarikan ke rumah sakit.

Saya berada di salah satu kamar RS itu. Di lantai 11. Saya cepat-cepat dimasukkan kamar operasi.

Begitu saya masuk ruang operasi, puluhan umat Buddha di Surabaya berkumpul di vihara Kenjeran. Mereka menyalakan lilin. Berdoa. Selama delapan jam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News