Sempat Jaminkan Gunting untuk Makan, Kini Tinggal di Hotel

Sempat Jaminkan Gunting untuk Makan, Kini Tinggal di Hotel
Foto: dok pribadi

Ayah empat anak itu tidak tiba-tiba bisa menjalani pekerjaannya sebagai penjahit "internasional" bagi pejabat di PNG. Bahkan awalnya, keputusannya untuk belajar menjahit dilatabelakangi kondisi ekonomi orang tuanya. "Ekonomi (keluarga) kurang bagus, saya tidak bisa melanjutkan sekolah," ujar Andik yang hanya mengenyam sekolah hingga bangku kelas 5 SD ini. Meski demikian, Andik sebenarnya cukup berprestasi. "Ya di sekolah masih dapat ranking," katanya.

Pria asal daerah Balokan, Banyuwangi itu lantas melanjutkan hidupnya dengan bekerja sebagai kuli bangunan. Sebelumnya, dia juga sempat mencoba peruntungan dengan berjualan es. Seiring berjalannya waktu, pikiran mendorongnya untuk menentukan usaha hidup yang lain. Andik mulai melirik untuk menekuni pekerjaan sebagai penjahit.

"Saya harus belajar menjahit. Bekerja tidak kepanasan dan tidak kehujanan," terang Andik. Itu pun tidak dijalani dengan mudah, karena tidak ada biaya dari orang tua untuk belajar menjahit. Dia harus menabung dari hasil bekerja sebagai kuli bangunan.

Baru pada 1985 Andik belajar menjahit di Balokan. Berbekal keahlian menjahit itu, dia lantas memutuskan untuk pergi ke Bali. Ketika itu bulan November 1985. Namun, karena tidak ada tujuan pasti, Andik sempat kebingungan menentukan langkah kakinya. Sempat duduk-duduk di pinggir pantai Kuta, dia berpikir harus tidur di mana. "Sampai jelang maghrib saya ke kantor polisi, numpang tidur," kenangnya.

Keahlian menjahit telah mengantar Andik Sutrisno berkelana hingga ke negeri seberang, Papua Nugini. Bahkan, jika perdana menteri dan para menteri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News