Sempat Jaminkan Gunting untuk Makan, Kini Tinggal di Hotel

Sempat Jaminkan Gunting untuk Makan, Kini Tinggal di Hotel
Foto: dok pribadi

Saat berangkat, Andik berpikir semuanya sudah siap. Tapi dugaannya salah. Hanya ada toko yang masih kosong. Dia juga sempat bergumam, mana ada orang di PNG yang mau buat jas, beda dengan di Bali. "Tapi, oke saya coba. Toh saya tidak keluar biaya. Lalu saya disuruh bos untuk cari barang," katanya. Semua contoh bahan dibawanya.

Keadaan berubah saat pembukan tailor. Undangan yang hadir adalah kalangan menengah ke atas. Andik menjadi kenal dengan pejabat-pejabat di PNG. Bahkan hingga kini, relasinya kadang dibagikan ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Port Moresby. "Kalau orang KBRI perlu nomor-nomor orang parlemen, minta ke saya. Saya orang kecil, tapi saya senang karena sangat dihargai," paparnya.

Selama empat tahun, sudah tak terhitung jas yang telah dibuat Andik. Satu jas diselesaikannya dalam lima hari. Kadang dia harus lembur jika akan ada kunjungan pejabat ke Australia. Harga satu stel jas yang dibuatnya dihargai dengan 4 ribu Kina (1 Kina = Rp 3 ribu). "Orang sini kalau sekali membuat jas bisa 3-4, jadi bisa sampai 16 ribu Kina," ungkapnya.

Dari perusahaan tempatnya bekerja, awalnya Andik menerima bayaran USD 600 per bulan. Tapi kini sudah meningkat hampir dua kali lipat. "Lama-lama naik, ya USD 1.000 lebih sedikit," ungkapnya tanpa merinci. Andik mengakui" mendapatkan tawaran bekerja dari salah satu menteri, namun dia belum bersedia. "Bos saya terlalu baik, sering diajak makan malam dengan menteri-menteri," urai Andik. Selama empat tahun ini pula, dia tinggal di Airways Hotel.

Keahlian menjahit telah mengantar Andik Sutrisno berkelana hingga ke negeri seberang, Papua Nugini. Bahkan, jika perdana menteri dan para menteri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News