Semua Golongan Masyarakat di Indonesia Rentan Terpapar Radikalisme
Suratno menerangkan, teologi NU dan Muhammadiyah lebih condong kepada keseimbangan dunia dan akherat.
"Tapi kelompok radikal umumnya lebih menekankan akherat daripada dunia. Dari sinilah pintu masuk untuk menjejali iming-iming surga, 72 bidadari dan lain-lain melalui jihad teror yangg mereka klaim mati syahid."
Selain itu ada pula motif psikologis di mana dalam banyak kasus, seseorang tertarik pada kelompok radikal, bahkan mau menjadi martir bom bunuh diri, karena merasa putus asa.
"Bisa karena merasa terlalu banyak dosa atau maksiat, bisa karena merasa kurang sukses secara ekonomi, status sosial dan lain-lain."
Keputusasaan membuat iming-iming kesuksesan di akherat karena mati syahid melalui jihad teror berhasil menjadi aksi cuci otak.
" 'Enggak masalah kita gagal di dunia, tapi kita jadi orang berhasil di akherat... dan itu lbh utama'. Kira-kira begitu narasinya," tutur Ketua The Lead Institute Universitas Paramadina ini kepada ABC.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Kabar Australia: Lebih Banyak Pria Gen-Z Australia yang Mengaku Religius Ketimbang Perempuan
- Dunia Hari Ini: Mobil Dibakar Dalam Serangan Antisemitisme di Australia
- Sejumlah Alasan Kenapa Perusahaan di Australia Batal Mensponsori Visa
- Dunia Hari Ini: Warga Suriah Mengambil Barang-barang di Istana Assad
- Dunia Hari Ini: Proses Pemakzulan Terhadap Presiden Korea Selatan Dimulai
- Dunia Hari Ini: Korea Selatan Membatalkan Darurat Militer