Senang Berbelanja Pakaian? Kenali Bagaimana Pakaian Ikut Cemari Lingkungan
Bisnis fesyen dunia menjadi sumber efek rumah kaca yang sangat besar. Produksi tekstil mengeluarkan setara dengan 1,2 miliar ton karbondioksida atau CO2 pada tahun 2015.
Jumlah ini hampir sama dengan emisi yang dihasilkan 300 pembangkit listrik tenaga batu bara dalam satu tahun, atau lebih dari dua kali lipat emisi tahunan Australia.
Angka ini pun meningkat dengan cepat, misalnya pada bulan Maret, PBB bahkan telah menganggp produksi pakaian sekali pakai yang murah, atau sebutannya 'fast fashion', dalam jumlah yang banyak sebagai "keadaan darurat lingkungan dan sosial".
Keadaan ini dikatakan akan lebih buruk seiring dengan meningkatnya kelas menengah di negara-negara seperti Cina dan India, sehingga mereka mulai membeli lebih banyak pakaian.
Sejumlah merk fesyen ternama, seperti Adidas, Gucci, Zara, dan H&M telah berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka 30 persen pada tahun 2030 dengan bimbingan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mereka menyatakan dalam sebuah Piagam Industri Fashion Untuk Aksi Iklim di acara KTT iklim COP24 PBB di Polandia pekan lalu ini, yang diikuti juga oleh sejumlah merk fesyen dan para pemegang kebijakan lainnya.
Mereka berkomitmen untuk mengurangi emisi hingga 30 persen serta mencapai 15 tujuan lainnya, termasuk secara bertahap tidak lagi menggunakan pembangkit listrik berbahan bakar batubara mulai tahun 2025.
Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB, Patricia Epinosa mengatakan piagam ini "penting serta menjadi sebuah "komitmen unik".
- Dunia Hari Ini: Dua Negara Bagian di Australia Berlakukan Larangan Menyalakan Api
- Dunia Hari Ini: Harvey Moeis Divonis Enam Setengah Tahun Penjara
- Australia Membutuhkan Pekerja Lepasan yang Cukup Banyak Menjelang Akhir Tahun
- Sebuah Gelombang Besar yang Menerjang Asia
- Dunia Hari Ini: Kebakaran Hutan Masih Ancam negara Bagian Victoria di Australia
- Dunia Hari Ini: 51 Pria Dijatuhkan Hukuman Atas Kasus Pemerkosaan Prancis