Senator Filep Soroti Sederet Peristiwa di Tanah Papua, Simak
“Secara de jure, tentu saja Papua milik Indonesia. Namun secara de facto, permintaan akan pelurusan sejarah sampai pada Pepera, patutlah dihargai, di negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Apakah Pepera itu untuk meloloskan Kontrak Karya Freeport? mengingat Soeharto sudah menerbitkan Undang-Undang No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing pada Januari 1967? Semuanya seperti informasi yang berkabut dan penuh misteri,” katanya.
“Sesungguhnya tidak ada alasan ketakutan tertentu untuk dibuka, setidaknya agar generasi muda Papua dapat melihat sejarah sebagai milik bersama, bukan sebagai milik penguasa.” sambung Filep.
Selain itu, sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua terhadap OAP juga masih menuntut keadilan sepenuhnya dari pemerintah. Diantara kasus-kasus itu seperti kasus Biak Berdarah 6 Juli 1998, kasus Wasior berdarah Juni 2001, kasus Wamena berdarah April 2003, kerusuhan Universitas Cenderawasih di Jayapura 16 Maret 2006, kasus Paniai berdarah di Enarotali 8 Desember 2014, kasus Deiyai pada 1 Agustus 2017, kasus Nduga pada 2 Desember 2018.
Filep juga menyebutkan, catatan pelanggaran HAM itu juga disampaikan dalam catatan Amnesty Internasional hingga Yayasan Pusaka Bentala Rakyat. Mayoritas kasus terkait pelanggaran hak atas hidup, sebanyak 15 kasus, khususnya di daerah yang sedang mengalami konflik politik, seperti Kabupaten Intan Jaya, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.
Catatan-catatan atas berbagai persoalan HAM tersebut bahkan telah dibahas oleh para pelapor khusus HAM PBB. Hingga di tahun 2021 Pemerintah Indonesia telah menerima komunikasi dari mekanisme Dewan HAM PBB, Special Procedures Mandate Holders/SPMH.
SPMH meminta klarifikasi dan penjelasan mengenai sejumlah kasus dugaan penghilangan paksa, penggunaan kekerasan berlebihan, penyiksaan, dan pemindahan paksa di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Terbaru, adanya sebuah desakan dari LBH Papua hingga Komnas HAM kepada pemerintah untuk segera melakukan audit terhadap BIN terkait pembelian mortir Serbia. Akan tetapi Filep memandang penegakan hukum terkesan tidak tegas atas persoalan-persoalan tersebut.
“Semua pelanggaran HAM di atas, tidak berjalan linear dengan penegakan hukum dan peradilannya, yang terkesan mati suri. Tarik ulur penyelesaian berbagai kasus di atas antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, menjadi hal yang paling sulit untuk dileraikan. Sulit diterima akal sehat jika semua kasus di atas seolah dipeti-eskan. Lalu di mana rasa keadilan itu?” jelasnya.
Senator dari Provinsi Papua Barat Filep Wam menanyakan, mengapa hingga kini tanah Papua masih bergejolak dan beragam persoalan tak kunjung terselesaikan?
- Harapkan Semua Target Prolegnas 2025 Tercapai, Sultan Siap Berkolaborasi dengan DPR dan Pemerintah
- Sultan dan Beberapa Senator Rusia Membahas Kerja Sama Pertahanan dan Pangan
- Terima Kunjungan Utusan Partai Nahdhoh Tunisia, Sultan: Lembaga Parlemen Adalah Roh Demokrasi
- Komite III DPD Akan Panggil Menkes Terkait Dugaan Maladministrasi PMK 12/2024
- Anggota DPD RI Ning Lia Bertemu Penjabat Gubernur Jatim untuk Serap Aspirasi untuk Kemajuan Daerah
- Senator Filep Wamafma Mengapresiasi Kemendikbud Tetap Jalankan Program Beasiswa PIP dan KIP Kuliah