Senior Chris
Pak Chris dikenal kritis pada dunia usaha dan pada siapa saja. Praktik konglomerasi di Indonesia sering menjadi bahasan PDBI. Lengkap dengan pemetaan pemiliknya. Dan gurita bisnisnya.
Itulah sebabnya Pak Chris kurang disukai konglomerat tertentu.
Tahun 1998, ketika terjadi pergolakan politik lagi di Jakarta, Pak Chris sangat terpukul. Putri tunggalnya menjadi salah satu korban kekerasan wanita pada Mei 1998.
Pak Chris langsung membawa putrinya ke Amerika. Menenangkan diri di sana. Berobat di sana. Menyembuhkan trauma di sana.
Lama sekali Pak Chris menetap di Amerika. Bertahun-tahun. Hatinya sangat terluka. Sangat. Sampai sang putri, awalnya, begitu membenci Indonesia.
Sebenarnya Presiden Gus Dur menawarinya pulang. Ia akan dijadikan Menko Perekonomian. Tapi Pak Chris memilih mendampingi sang putri di Amerika. Ia mencoba usaha kuliner di sana. Kurang berhasil.
Ia baru pulang setelah sang putri pulih. Ia melihat kenyataan perlakuan kepada Tionghoa sudah seperti layaknya warga negara lainnya. Tiba di Jakarta ia hidupkan kembali PDBI.
Namun, zaman kebebasan sudah tiba. Data menjadi sangat terbuka. Tidak sama lagi dengan ketika PDBI dibangun. Waktu itu data yang dirilis PDBI selalu mengejutkan –Pak Chris bisa mendapat data dengan caranya sendiri.
Karya tulis yang legendaris dari Pak Chris adalah ''wawancara imajiner dengan Bung Karno''.