Senyum Tulip

Oleh: Dahlan Iskan

Senyum Tulip
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Dia tahu di kamar lantai 2 itu Xana tidur bersama pacarnyi: Ethan Chapin. Sama-sama 20 tahun.

Maka mahasiswi di kamar lantai 1 itu menutup pintu lagi. Mau tidur lagi. Tetapi dia tergagap lagi oleh suara seperti anjing yang lagi loncat-loncat.

Dia buka pintu lagi. Dia kaget setengah mati. Dia berdiri beku. Dia lihat sesosok laki-laki berkelebat. Pakai pakaian gelap, pakai masker Covid, beralis tebal. Badannya atletik, tingginya sekitar 5,6 inci.

Lelaki itu menuju pintu belakang. Ia keluar dari pintu geser di bagian belakang rumah.

Begitu kelebatan itu pergi, dia menutup pintu kamar lagi. Senyap. Tidak ada lagi suara mencurigakan. Dia pun tertidur.

Bisa saja kelebatan tadi adalah teman dari teman-temannyi di lantai atas. Bukan urusannyi untuk ikut campur.

Lima mahasiswi itu memang teman karib. Tetapi menghargai privasi masing-masing. Saling dukung. Mereka menyewa rumah secara patungan.

Dua tinggal di lantai bawah. Satu lagi tinggal di lantai 2, Xana, yang kemudian tidur dengan pacarnyi itu. Dua lagi tinggal di lantai 3.

KENAPA pembunuh ini begitu sembrono. Padahal ia calon doktor kriminologi. Ia juga asisten dosen keadilan untuk pelaku kriminal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News